301 Siswa Keracunan, Program Gizi Gratis BGN Dihentikan di Bandung

Jakarta, KARONESIA.COM | Program bergizi gratis yang digagas Badan Gizi Nasional (BGN) harus terhenti mendadak. Kebijakan penghentian ini muncul setelah 301 siswa di Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, diduga mengalami keracunan massal pada Senin (22/9/2025).

Kepala BGN, Dadan Hindayana, menyatakan penghentian sementara dilakukan demi evaluasi menyeluruh. Ia menegaskan, kejadian ini bukan sekadar insiden kecil, melainkan alarm serius yang menunjukkan ada masalah teknis di lapangan.

“Saya sudah meninjau langsung dapurnya. Kondisinya cukup baik, hanya ada keteledoran yang harus segera diperbaiki. Karena itu saya instruksikan untuk setop sementara,” kata Dadan di Bandung Barat, Selasa (23/9/2025), dikutip dari Antaranews.com.

Menurutnya, Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Cipongkor sebenarnya tergolong baru dan semestinya berjalan bertahap. Idealnya, dapur ini melayani dua hingga tiga sekolah lebih dulu sebelum diperluas. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Produksi dilakukan besar-besaran sehingga memunculkan kendala teknis yang berujung fatal.

Dadan mengakui, pola kerja terburu-buru membuat pengelola SPPG kesulitan menjaga standar. “Mereka kadang harus bangun malam, menyiapkan dalam waktu singkat. Kami instruksikan sekarang proses masak tidak lebih dari empat sampai lima jam. Bahan baku juga wajib dari pemasok berkualitas,” tegasnya.

Meski terjadi insiden serius, Dadan mengapresiasi respon cepat tenaga medis, relawan, aparat, dan pemerintah daerah yang menangani para korban. Namun ia mengingatkan, fasilitas kesehatan dasar, obat-obatan, hingga dukungan logistik masih perlu ditingkatkan untuk menghadapi kasus serupa.

Kasus ini memunculkan pertanyaan lebih besar tentang kesiapan program bergizi gratis yang dicanangkan pemerintah. Apakah inisiatif yang ditujukan meningkatkan gizi anak justru terburu-buru dijalankan tanpa kesiapan teknis memadai?

Dengan menghentikan program sementara, BGN mencoba menutup celah kelemahan. Namun publik kini menanti bukti nyata: apakah evaluasi akan benar-benar membenahi sistem, atau sekadar meredam kritik setelah ratusan siswa menjadi korban. (*)

Editor: Lingga
© KARONESIA 2025