Insert. Suasana sosialisasi DHE dan DPI bersama Kejagung, BI, dan Kemenkeu di Yogyakarta,
Jakarta (KARONESIA.COM) – Pemerintah terus mengintensifkan upaya penguatan penerimaan devisa hasil ekspor (DHE) demi menjaga stabilitas ekonomi nasional. Salah satu langkah konkret dilakukan melalui kegiatan sosialisasi DHE dan devisa pembayaran impor (DPI) yang digelar Kelompok Kerja (Pokja) Devisa Hasil Ekspor Desk Koordinasi Peningkatan Penerimaan Devisa Negara, di bawah koordinasi Jaksa Agung Muda Intelijen Kejaksaan Agung RI.
Kegiatan yang berlangsung di Hotel Tentrem, Yogyakarta, Jumat (25/04/2025), menggandeng Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, serta kementerian/lembaga lainnya. Sekitar 100 pelaku usaha ekspor-impor hadir dalam kegiatan ini, yang difokuskan untuk memperkuat pemahaman terhadap regulasi terbaru serta membangun kesadaran akan pentingnya tata kelola devisa ekspor yang baik.
Langkah ini diambil seiring meningkatnya cadangan devisa Indonesia yang tercatat sebesar USD 157,1 miliar pada akhir Maret 2025, naik dari posisi USD 154,5 miliar pada bulan sebelumnya. Seperti dirilis Bank Indonesia, kenaikan tersebut ditopang penerimaan pajak dan jasa serta penarikan pinjaman luar negeri, di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
Untuk memperkuat landasan hukum dan pengawasan, pemerintah telah menerbitkan sejumlah regulasi baru. Peraturan Pemerintah (PP) No. 8 Tahun 2025 menjadi penyesuaian dari PP No. 36 Tahun 2023 yang mewajibkan devisa hasil ekspor dari sumber daya alam dimasukkan ke sistem keuangan nasional. Kebijakan ini diperkuat oleh Peraturan Bank Indonesia No. 3 Tahun 2025 serta Keputusan Menteri Keuangan No: 2/KM.4/2025 yang menetapkan jenis barang ekspor SDA yang wajib menyetorkan DHE ke dalam negeri.
Dalam sosialisasi tersebut, sejumlah narasumber memaparkan strategi dan peran masing-masing lembaga. Kepala Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan BI, Teddy Pirngadi, bersama Advisor Departemen Hukum BI, Safari Kasiyanto, memaparkan aspek teknis pengelolaan DHE dan DPI. Sementara itu, Supriyanto dari Setjamintel Kejagung menegaskan bahwa penegakan hukum kini diperkuat melalui Pasal 11A PP No. 8 Tahun 2025 yang memungkinkan tindakan hukum terhadap pelaku usaha yang lalai atau tidak patuh terhadap ketentuan DHE.
“Penegakan hukum bukan semata soal sanksi, tetapi lebih pada pembentukan sistem yang transparan dan taat aturan. Kami mendorong pelaku usaha untuk bersama menjaga kepentingan devisa negara,” ujar Supriyanto dalam presentasinya.
Sementara itu, M. Wahyu Widianto dari Direktorat Teknis Kepabeanan Ditjen Bea Cukai Kemenkeu menyoroti pentingnya sinergi antara regulator dan pelaku usaha dalam memperkecil potensi kebocoran penerimaan negara.
Kegiatan ini menjadi bagian dari strategi nasional dalam memperkuat cadangan devisa melalui jalur ekspor yang bersih, terukur, dan berdaya saing. Pemerintah berharap, dengan implementasi aturan baru dan peran aktif dari semua pihak, Indonesia mampu mengoptimalkan pemasukan dari sektor ekspor sekaligus menjaga stabilitas nilai tukar dan ketahanan ekonomi jangka panjang. (#)
Editor: Lingga
Copyright © KARONESIA 2025