Editor: Lingga
Copyright © KARONESIA 2025
KARONESIA.COM | Jakarta – Memahami gagasan Presiden Prabowo Subianto tentang mengurangi ketergantungan membuka jendela pemahaman tentang arah baru kemandirian bangsa. Di bawah kepemimpinannya, Indonesia mulai menegaskan sikap untuk tidak terus-menerus bergantung pada negara lain, khususnya dalam urusan pangan, energi, dan investasi.
Pidato pelantikan Presiden Prabowo pada Sidang Paripurna MPR, 20 Oktober 2024, menjadi tonggak penting. Saat itu, Prabowo menekankan pentingnya ketahanan pangan. Ia menyatakan Indonesia harus segera mencapai swasembada pangan dalam waktu sesingkat-singkatnya. Bagi Prabowo, bergantung pada pasokan luar negeri bukan lagi pilihan karena dalam krisis global, negara pengekspor pun akan mengamankan kebutuhan domestik mereka.
Menindaklanjuti gagasan itu, pemerintah mengembangkan program lumbung pangan nasional. Tiga lokasi prioritas telah ditetapkan, disertai pengembangan 10 wilayah lain. Targetnya: menambah luas panen padi hingga empat juta hektare, menghasilkan tambahan produksi sekitar 20 juta ton gabah kering giling, atau setara 10 juta ton beras.
Di sisi lain, upaya ini direspons positif oleh Kementerian Pertanian. Menteri Andi Amran Sulaiman melaporkan bahwa produksi beras domestik pada Januari-Maret 2025 meningkat hingga 62 persen. Salah satu kuncinya adalah pengembangan varietas padi gogo, yang tahan tumbuh di lahan kering dengan kebutuhan air minimal. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa gagasan presiden bukan sekadar wacana, tetapi sudah diterjemahkan ke dalam program nyata di lapangan.
Namun, Presiden Prabowo tak berhenti pada ketahanan pangan. Ia juga menggagas penguatan sektor investasi dengan membentuk Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) pada Februari 2025. Badan ini berhasil menghimpun 844 BUMN dengan total valuasi mencapai 982 miliar dolar AS atau sekitar Rp16.508 triliun. Konsolidasi ini dinilai strategis, terutama untuk menghadapi ketidakpastian global yang kini menjadi ciri utama tatanan dunia.
Perubahan global memang memaksa banyak negara, termasuk Indonesia, untuk beradaptasi. Perjanjian dagang seperti NAFTA mengalami disrupsi setelah Amerika Serikat menetapkan kebijakan tarif sepihak. Forum APEC pun terancam kehilangan makna strategisnya akibat dinamika baru ini. Tidak mengherankan jika Uni Eropa kini bersiap mengarahkan investasi mereka untuk memperkuat industri pertahanan.
Indonesia juga harus memanfaatkan keunggulan sumber daya alam (SDA) yang melimpah sebagai daya tarik investasi. Salah satu buktinya, menjelang akhir April 2025, Presiden Prabowo menerima Chairman Lotte Group dan delegasi Federation of Korean Industries (FKI) di Istana Merdeka, Jakarta. Pertemuan ini melahirkan komitmen investasi baru senilai 1,7 miliar dolar AS. Selain itu, proyek Indonesia Grand Package senilai 9,8 miliar dolar AS untuk mengembangkan ekosistem baterai kendaraan listrik terus berjalan.
Kemandirian ekonomi bukan hanya soal berdikari, tetapi juga menciptakan lapangan kerja, memperkuat daya saing nasional, dan memastikan kesejahteraan rakyat. Dengan memanfaatkan teknologi mutakhir dan mengelola SDA secara optimal, Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo bertekad memperbesar nilai tambah dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada pihak luar.
Dukungan semua elemen masyarakat sangat diperlukan agar transisi menuju kemandirian ini berjalan mulus. Presiden Prabowo sendiri menunjukkan ketegasan sikapnya dengan turun langsung memberi pengarahan kepada direksi BUMN, mendorong pola kerja baru yang adaptif terhadap tantangan global.
Gagasan mengurangi ketergantungan bukan semata agenda pemerintah, melainkan panggilan kolektif untuk bangsa. Hanya dengan kerja bersama, kemandirian sejati dapat diwujudkan demi masa depan yang lebih kuat dan berdaulat. (#)
Penulis : Bambang Soesatyo Anggota DPR RI/Ketua MPR RI ke-15/Ketua MPR RI ke-20/Ketua Komisi III DPR RI ke-7/Doesen Tetap pasca Sarjana (S3) Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Universitas Jayabaya dan Universitas Pertahanan (Unhan)