Semarang, (KARONESIA.COM) – Dugaan korupsi penjualan aset di Cilacap menyeret mantan Direktur Utama PT Rumpun Sari Antan (PT RSA) berinisial “A”. Negara disebut mengalami kerugian hingga Rp 237 miliar akibat penjualan lahan Hak Guna Usaha (HGU) seluas 717 hektare di Desa Carui, Kecamatan Cipari, Kabupaten Cilacap.
Dari keterangan yang diterima, Direktur PT Rumpun, Muttaqin, bersama Direktur PT RSA, Isdianarto Aji, menegaskan bahwa penjualan aset ini dilakukan tanpa persetujuan pemegang saham. Dana hasil penjualan pun diduga dialihkan ke rekening yang bukan milik perusahaan. Akibatnya, PT RSA menghadapi sanksi dari Kantor Pajak, termasuk pemblokiran rekening perusahaan serta administrasi hukum akibat tunggakan pajak Rp 10 miliar.
Di tengah proses hukum yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, para karyawan PT RSA dan PT Rumpun menggelar aksi damai. Mereka meminta keadilan dan mendesak hakim untuk tidak berpihak kepada pihak yang diduga telah merugikan negara dan menelantarkan karyawan.
Yayasan Rumpun Diponegoro selaku pemegang saham mayoritas telah memberhentikan “A” dari jabatan Direktur Utama melalui Keputusan Sirkuler sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Keputusan itu juga telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM pada Mei 2024 untuk mencegah kerugian lebih lanjut.
Tak hanya menghadapi gugatan perdata, “A” kini dilaporkan ke Polda Jawa Tengah atas dugaan penggelapan dana perusahaan. Selain itu, Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah sedang menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait kasus ini. Muttaqin berharap aparat penegak hukum dapat mengungkap aliran dana dari penjualan aset tersebut agar uang negara yang bersumber dari APBD Cilacap dapat diselamatkan.
Sementara itu, “A” mengajukan empat gugatan perdata terhadap Yayasan Rumpun Diponegoro, PT RSA, dan PT Rumpun di PN Semarang. Gugatan ini dinilai sebagai upaya mencari legitimasi atas penjualan lahan Carui yang masih berstatus sengketa.
Muttaqin menegaskan bahwa kasus ini adalah bagian dari praktik mafia tanah yang mengancam aset negara. Ia mengajak masyarakat dan media untuk terus mengawal kasus ini agar tidak terjadi penyimpangan dalam proses hukum.
Penjualan aset ini juga berdampak pada Pemerintah Kabupaten Cilacap. Tanah yang dijual secara ilegal ternyata dibeli oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) setempat, tetapi hingga kini tidak bisa dimanfaatkan karena masih dalam status sengketa.
Kasus ini masih berproses, dan publik menunggu langkah tegas dari aparat hukum untuk menuntaskan dugaan korupsi yang telah merugikan negara ratusan miliar rupiah. (@2025)
Tinggalkan Balasan