Jakarta (KARONESIA.COM) – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menyetujui 26 perkara untuk diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif atau restorative justice. Keputusan ini diambil dalam ekspose virtual yang digelar pada Kamis, 20 Maret 2025.
Salah satu kasus yang mendapatkan persetujuan penghentian penuntutan adalah perkara pencurian dengan pemberatan di Sulawesi Tengah yang menjerat tersangka Adin Mohamad alias Adin. Kasus ini ditangani oleh Cabang Kejaksaan Negeri Donggala di Tompe.
Kejadian bermula pada 22 Desember 2024 malam, saat tersangka memasuki rumah seorang warga di Desa Toaya dengan cara membuka pintu belakang menggunakan kunci yang tersimpan di ventilasi udara. Adin kemudian mengambil sebuah ponsel dan laptop sebelum melarikan diri. Korban yang mengetahui kejadian itu langsung melapor ke kepolisian, hingga akhirnya tersangka diamankan.
Proses penyelesaian melalui keadilan restoratif dilakukan setelah tersangka mengakui perbuatannya dan meminta maaf kepada korban. Korban juga telah memberikan maaf serta meminta agar perkara ini tidak dilanjutkan ke persidangan. Atas dasar itu, Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Donggala di Tompe mengajukan penghentian penuntutan kepada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah.
Setelah ditelaah, Kejati Sulawesi Tengah menyetujui permohonan tersebut dan mengajukan ke JAM-Pidum untuk disetujui dalam ekspose Restorative Justice.
Selain perkara di Sulawesi Tengah, terdapat 25 kasus lainnya yang disetujui untuk dihentikan penuntutannya melalui mekanisme keadilan restoratif. Kasus-kasus ini tersebar di berbagai wilayah, seperti Ternate, Ende, Sumba Timur, Flores Timur, Banyuasin, dan Sleman. Sebagian besar melibatkan pelanggaran Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan serta Pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan.
JAM-Pidum menegaskan bahwa penghentian penuntutan ini dilakukan berdasarkan sejumlah pertimbangan, di antaranya:
- Tersangka telah meminta maaf dan korban memberikan maaf;
- Tersangka belum pernah dihukum sebelumnya;
- Ancaman hukuman tidak lebih dari lima tahun penjara;
- Perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa tekanan;
- Masyarakat merespons positif penyelesaian perkara dengan restorative justice.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri diminta menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 serta Surat Edaran JAM-Pidum Nomor 01/E/EJP/02/2022,” kata Asep Nana Mulyana.
Langkah ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum serta mengedepankan prinsip keadilan yang lebih humanis bagi masyarakat. (@2025)