Editor: Tim Redaksi
Copyright © KARONESIA 2025
KARONESIA.COM | Jakarta – Transformasi sistem penerimaan murid baru dari PPDB ke Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) menjadi langkah strategis pemerintah dalam menghadirkan pendidikan yang inklusif, merata, dan adil. Kebijakan ini tidak hanya mengganti nama, tetapi membawa perubahan mendasar pada mekanisme seleksi murid di seluruh jenjang pendidikan, mulai dari SD, SMP, hingga SMA.
Evaluasi yang dilakukan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) sejak 2017 hingga 2024 menemukan berbagai persoalan yang belum terselesaikan dalam pelaksanaan PPDB.
Dikutip dari laman kemdikbud, Direktur Jenderal PAUD Dikdasmen, Gogot Suharwoto, menyebutkan sejumlah masalah utama, seperti penyimpangan dalam proses seleksi, menurunnya jumlah sekolah unggulan, serta ketimpangan persepsi antara sekolah negeri dan swasta terkait mutu dan biaya pendidikan.
“Kita harapkan bisa selesaikan semua itu, tetapi tetap kita perlu melakukan mitigasi sedini mungkin sehingga potensi-potensi penyimpangan, seperti proses seleksi yang tidak akuntabel, tidak transparan, ataupun tidak patuh terhadap peraturan yang sudah kita sepakati, dapat diminimalisir,” ujar Gogot di Jakarta.
Dalam skema baru SPMB, pemerintah mengatur jalur penerimaan melalui empat kategori utama: domisili, prestasi, afirmasi, dan mutasi. Perubahan besar terjadi di tingkat SMP dan SMA dengan penyesuaian kuota: untuk SMP, jalur domisili minimal 40%, afirmasi minimal 20%, prestasi minimal 25%, dan mutasi maksimal 5%. Sementara untuk SMA, jalur domisili minimal 30%, afirmasi minimal 30%, prestasi minimal 30%, dan mutasi maksimal 5%. Sedangkan untuk SD, kuota tetap seperti sebelumnya.
Penambahan kuota afirmasi, menurut Gogot, merupakan hasil pembahasan dengan Kementerian Sosial. Data pemerintah menunjukkan sekitar 80% anak yang rentan putus sekolah berasal dari keluarga tidak mampu. Jalur afirmasi ini juga diperluas untuk penyandang disabilitas, sebagai bentuk keberpihakan negara terhadap kelompok rentan.
Pemerintah menegaskan komitmen memastikan semua anak mendapat kesempatan pendidikan yang setara. Calon murid yang tinggal dekat sekolah dapat memanfaatkan jalur domisili, sementara yang berprestasi dapat memilih jalur prestasi. Bagi mereka yang berasal dari keluarga tidak mampu dan penyandang disabilitas, jalur afirmasi menjadi harapan utama.
Selain itu, pemerintah telah mengunci daya tampung sekolah melalui Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Sekolah yang melampaui ketentuan jumlah rombongan belajar (rombel) akan menghadapi sanksi berupa penghentian pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Untuk memastikan tidak ada anak yang tertinggal, pemerintah daerah siap memfasilitasi anak-anak yang tidak tertampung di sekolah negeri untuk melanjutkan pendidikan di sekolah swasta terakreditasi.
Transformasi ini tidak sekadar menjawab persoalan teknis penerimaan murid, tetapi juga menjadi bagian dari upaya menciptakan ekosistem pendidikan yang sehat, inklusif, dan berkeadilan. Dengan langkah ini, pemerintah berharap pendidikan di Indonesia dapat menjadi pilar utama pembangunan bangsa, yang mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi. (#)