KARONESIA.COM | Jakarta – Serangan udara dan darat Israel di Jalur Gaza kembali menelan ratusan korban jiwa, menyulut kekhawatiran akan potensi bencana kemanusiaan yang lebih luas. Sejak Kamis pagi waktu setempat, lebih dari 250 warga Palestina dilaporkan tewas akibat bombardemen intensif di wilayah padat penduduk tersebut, menurut keterangan otoritas kesehatan Gaza seperti dikutip dari AlArabiya, Jumat (16/5).
Gelombang serangan terbaru ini disebut sebagai salah satu fase paling mematikan sejak gencatan senjata terakhir runtuh pada Maret lalu. Militer Israel juga dilaporkan mulai mengerahkan pasukan dan meluncurkan serangan darat sebagai bagian dari operasi militer yang mereka sebut sebagai “Operation Gideon’s Wagons”.
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan, sebagian besar korban tewas berasal dari wilayah utara, termasuk perempuan dan anak-anak. Kawasan seperti Beit Lahiya dan kamp pengungsi Jabalia mengalami kerusakan parah, dengan banyak jenazah yang masih tertimbun puing bangunan.
“Orang-orang menggali reruntuhan dengan tangan kosong. Tubuh-tubuh tergeletak di jalanan. Suasana penuh tangis dan jerit pilu,” ujar Khalil al-Deqran, juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza.
Sementara itu, mantan Presiden AS Donald Trump yang baru saja menyelesaikan kunjungannya ke Timur Tengah pada Jumat, menyatakan keprihatinannya atas situasi di Gaza. Dalam komentarnya yang dikutip dari AlArabiya, Trump mengatakan, “Banyak orang yang kelaparan di Gaza. Kita harus membantu mereka. Kita harus melihat ke dua sisi.”
Namun, ketika ditanya apakah ia mendukung rencana ofensif militer Israel, Trump menjawab secara samar bahwa ia “mengharapkan hal-hal baik” dalam waktu sebulan ke depan.
Pernyataan Trump datang di tengah tekanan internasional terhadap Israel yang terus meningkat, termasuk dari Amerika Serikat sendiri. Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengungkapkan keprihatinan mendalam atas kondisi kemanusiaan di Gaza, menyebut situasi tersebut sebagai “mengganggu”.
Kendati tekanan diplomatik menguat, Israel tetap berpegang pada tujuannya: melenyapkan Hamas. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bahkan menyatakan bahwa pemerintahannya siap melakukan ekspansi operasi besar-besaran yang mencakup kemungkinan merebut seluruh Jalur Gaza dan mengendalikan distribusi bantuan kemanusiaan.
Sebelumnya, seorang pejabat pertahanan Israel mengungkapkan bahwa ofensif tidak akan dimulai sebelum Trump menyelesaikan kunjungannya. Kini, dengan kepergian Trump dari kawasan, militer Israel segera memulai serangan skala besar.
Militer Israel mengklaim telah menghantam lebih dari 150 target militer di Gaza pada Jumat malam, seraya menyebarkan selebaran ke warga Beit Lahiya untuk segera mengungsi ke selatan. Namun, banyak warga mengaku kehabisan tempat perlindungan.
“Ke barat Gaza ada bom. Ke selatan, mereka membunuh orang di Khan Younis. Ke Deir al-Balah juga dibombardir. Saya dan keluarga harus lari ke mana lagi?” tanya Fadi Tamboura, warga yang kehilangan rumahnya akibat serangan udara.
Sementara itu, Forum Keluarga Sandera dan Orang Hilang menyatakan keprihatinan mereka atas masa depan 58 warga Israel yang masih disandera di Gaza. Mereka menyebut bahwa kegagalan memanfaatkan momentum kunjungan Trump bisa menjadi kehilangan “kesempatan bersejarah” untuk memulangkan para sandera.
“Kami berada di masa-masa krusial yang akan menentukan masa depan orang-orang yang kami cintai, masa depan masyarakat Israel, dan masa depan kawasan Timur Tengah,” bunyi pernyataan forum tersebut.
Upaya diplomasi melalui pertemuan di Doha juga tampak buntu. Netanyahu menolak melakukan konsesi, menyatakan Israel tetap berkomitmen untuk menundukkan Hamas secara total. Sementara itu, kondisi di Gaza kian memburuk, dengan ancaman kelaparan besar-besaran yang terus menghantui, di tengah blokade bantuan yang belum menunjukkan titik terang.
Editor: Tim Redaksi
Copyright © KARONESIA 2025
Link: https://karonesia.com/internasional/serangan-israel-operation-gideons-wagonstewaskan-ratusan-warga-gaza/

