Editor: Tim Redaksi
Copyright © KARONESIA 2025
KARONESIA.COM | Jakarta – Pemerintah Israel baru-baru ini menyetujui rencana untuk memperluas ofensif militernya di Gaza, termasuk pengambilalihan distribusi bantuan kemanusiaan ke wilayah yang telah lama terblokade. Keputusan ini muncul setelah kabinet keamanan Israel menyetujui untuk memanggil pasukan cadangan dan menempatkan militer Israel di garis depan dalam mengelola pasokan vital, seperti makanan dan obat-obatan, bagi 2,3 juta orang yang tinggal di Gaza.
Menurut laporan Reuters, rencana yang disetujui ini mencakup kemungkinan penguasaan penuh atas Jalur Gaza, dengan langkah-langkah untuk memindahkan sebagian besar penduduk sipil ke wilayah selatan untuk alasan keamanan. Sumber yang dekat dengan proses perencanaan menyatakan bahwa “rencana ini akan meliputi, antara lain, penaklukan Jalur Gaza dan penguasaan wilayah tersebut,” seperti yang dilaporkan oleh AFP.
Namun, keputusan ini memicu kritik tajam, termasuk dari kelompok keluarga sandera di Israel yang menyatakan bahwa langkah ini berisiko mengorbankan nyawa warga yang masih ditahan oleh Hamas. Mereka berpendapat bahwa strategi ini justru mengabaikan nasib para sandera.
Kepala Staf Militer Israel, Eyal Zamir, memperingatkan bahwa operasi besar-besaran ini berisiko memperburuk situasi dan mengancam keselamatan para sandera yang masih ditahan Hamas. “Jika kita melanjutkan serangan besar, kita berisiko kehilangan mereka,” kata Zamir, seperti yang dilaporkan oleh Al Jazeera.
Di sisi lain, Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, mendesak agar Israel melanjutkan kebijakan pemblokiran total terhadap semua pasokan kebutuhan pokok ke Gaza, termasuk makanan, obat-obatan, dan bahan bakar. Ia juga menyarankan agar fasilitas penyimpanan makanan dan pembangkit listrik dibom untuk sepenuhnya memutuskan pasokan.
Namun, Zamir menanggapi dengan tegas bahwa langkah ini akan menempatkan Israel dalam posisi yang sangat berisiko, memperburuk ketegangan internasional, dan melanggar hukum internasional. “Kita tidak bisa membiarkan Gaza kelaparan. Tindakan semacam itu akan mengancam kita semua,” kata Zamir, seperti yang dikutip oleh Kan, penyiar nasional Israel.
Rencana ini juga melibatkan kerjasama dengan kontraktor keamanan internasional, termasuk dari Amerika Serikat, untuk mengelola distribusi bantuan kemanusiaan di Gaza. Pasukan Israel akan bertugas menjaga keamanan selama pembagian bantuan tersebut.
The Times of Israel melaporkan bahwa Israel berharap bantuan kemanusiaan dapat disalurkan melalui jalur yang dikendalikan oleh kontraktor dan militer Israel, meskipun beberapa organisasi kemanusiaan menilai skema ini sebagai bentuk kontrol yang berbahaya terhadap distribusi bantuan.
Organisasi-organisasi internasional, termasuk PBB, menolak terlibat dalam rencana ini, dengan alasan bahwa langkah Israel akan melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan internasional yang mengutamakan netralitas dan independensi. Hamas pun mengecam rencana ini sebagai bentuk pemerasan politik, dan menyalahkan Israel atas krisis kemanusiaan yang semakin memburuk di Gaza.
Sementara itu, upaya sebelumnya untuk mendistribusikan bantuan ke Gaza, seperti proyek dermaga apung yang dibangun oleh AS, gagal memenuhi kebutuhan mendesak warga Gaza. Al Jazeera melaporkan bahwa pengiriman bantuan melalui udara juga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan lebih dari 2 juta orang yang menderita di wilayah tersebut.
Rencana ini berpotensi memicu ketegangan lebih lanjut, baik di dalam Israel maupun di arena internasional, seiring dengan meningkatnya krisis kemanusiaan yang terus berlanjut di Gaza. (#)