Iklan Karonesia
Home » Berita » Firman Wijaya Dorong Penguatan Tata Kelola Infrastruktur dan Kepastian Hukum

Firman Wijaya Dorong Penguatan Tata Kelola Infrastruktur dan Kepastian Hukum

Jakarta, KARONESIA.com | Pernyataan Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum Bidang Perdata, Tata Usaha Niaga, dan Penataan Barang Milik Negara, Firman Wijaya, menyoroti kembali satu isu fundamental: tata kelola infrastruktur Indonesia masih menghadapi tantangan hukum yang berpengaruh langsung pada efisiensi pembangunan.

Di tengah percepatan proyek strategis, kompleksitas sengketa konstruksi dan lambannya proses litigasi menjadi hambatan yang terus berulang.

Firman mengajukan tiga langkah strategis optimalisasi penyelesaian sengketa melalui arbitrase, penguatan sinergi lintas sektor, dan percepatan kolaborasi pembangunan fasilitas sosial sebagai kerangka yang menurutnya mampu memperbaiki ekosistem infrastruktur nasional. Ia menilai arbitrase konstruksi seperti BADAPSKI menjadi instrumen yang lebih relevan karena prosesnya terukur, lebih cepat, dan melibatkan arbiter berpengalaman teknis.

Secara hukum, pernyataan itu relevan dengan mandat UU No. 2/2017 tentang Jasa Konstruksi yang mengatur alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan, termasuk arbitrase. Sejumlah preseden menunjukkan bahwa keterlambatan penyelesaian sengketa konstruksi kerap menimbulkan pembengkakan biaya, potensi kerugian negara, dan stagnasi proyek.

Dalam beberapa kasus sebelumnya misalnya sengketa kontrak pembangunan bendungan dan fasilitas transportasi, proses litigasi di pengadilan membutuhkan waktu lebih panjang dibanding arbitrase. Hal itu berdampak pada tertundanya serapan anggaran hingga berkurangnya efisiensi penggunaan APBN. Dorongan Firman untuk memperbesar porsi arbitrase sejalan dengan upaya mencegah kerugian negara akibat delay proyek.

Dalam konteks kebijakan sosial, ia menyinggung percepatan pembangunan kembali pondok pesantren pascatragedi Al-Khoziny. Secara regulasi, dasar hukumnya kuat melalui UU Pesantren dan Kesepakatan Bersama Tiga Menteri yang mengatur dukungan teknis, percepatan PBG, hingga pembebasan retribusi. Poin ini menegaskan bahwa infrastruktur sosial, terutama yang berkaitan dengan keselamatan santri, merupakan bagian dari kewajiban negara.

Momentum Hari Bakti PU ke-80 menjadi bingkai reflektif dari keseluruhan gagasan itu. Firman menilai sektor pekerjaan umum memasuki fase krusial ketika kebutuhan masyarakat meningkat, sementara dinamika iklim pembangunan menuntut efisiensi tata ruang dan teknologi konstruksi modern.

Ia menekankan bahwa arah kebijakan PU 608 menjadikan infrastruktur sebagai instrumen keadilan bukan hanya bangunan fisik, melainkan fondasi yang memengaruhi akses layanan publik, daya saing ekonomi, hingga keberlanjutan sosial. Karena itu, agenda seperti konstruksi hijau, digitalisasi layanan, dan mitigasi bencana harus masuk prioritas utama.

Dalam pandangannya, kepemimpinan Menteri PUPR Dody Hanggodo berpotensi membawa transformasi tersebut karena visinya yang dinilai adaptif. Pernyataan itu menggarisbawahi bahwa tantangan tata kelola infrastruktur tidak hanya teknis, tetapi berkaitan erat dengan kepastian hukum, tata ruang, dan desain kebijakan lintas sektor.(*)

Bagikan artikel ini untuk menyebarkan informasi terpercaya dari karonesia.com.

Artikel ini telah tayang di Karonesia.com dengan judul "Firman Wijaya Dorong Penguatan Tata Kelola Infrastruktur dan Kepastian Hukum"
Link: https://karonesia.com/gerai-hukum/firman-wijaya-dorong-penguatan-tata-kelola-infrastruktur-dan-kepastian-hukum/

Iklan ×