Iklan Karonesia
Home » Berita » H. Tom Mustafa Siregar: “Pemuda Pancasila Itu Bukan Soal Umur, Tapi Soal Komando dan Talenta”

H. Tom Mustafa Siregar: “Pemuda Pancasila Itu Bukan Soal Umur, Tapi Soal Komando dan Talenta”

Tokoh: H. Tom Mustafa Siregar, Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) Pemuda Pancasila Kota Tangerang Selatan.

Pengantar Redaksi

Menjelang Hari Sumpah Pemuda dan ulang tahun ke-66 Pemuda Pancasila (PP), redaksi Karonesia berkesempatan berbincang dengan salah satu tokoh senior organisasi tersebut, H. Tom Mustafa Siregar, anggota Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) Pemuda Pancasila Kota Tangerang Selatan.

Di sebuah kafe sederhana di kawasan BSD, Kamis (23/101/2025) perbincangan dua jam bersama mantan penulis yang pernah berkelana ke berbagai penjuru negeri itu terasa singkat. Dengan logat Medan yang masih kental dan semangat yang belum pudar, Tom bicara lugas soal regenerasi, sejarah, dan makna Pancasila yang menurutnya harus tetap menjadi nafas bangsa.

Musyawarah Besar dan Regenerasi

T: Musyawarah besar PP akan berlangsung 26–28 Oktober di Jakarta, bertepatan dengan HUT ke-66. Bagaimana Anda melihat momentum ini?

J: Mubes adalah ajang tertinggi bagi PP, tempat seluruh kader dari provinsi, kabupaten, kota, bahkan desa berkumpul. Saya dengar ada yang sampai menyiapkan kapal laut untuk membawa anggotanya ke Jakarta, itu bentuk antusiasme luar biasa. Selain memilih ketua umum, Mubes juga menjadi ajang meneguhkan peran PP dalam mendukung proyeksi besar bangsa ini.

T: Ada isu bahwa ketua umum PP saat ini sudah lanjut usia dan perlu penyegaran.

J: Itu bisa saja dikembangkan pihak-pihak tertentu. Tapi kepemimpinan bukan soal tua atau muda, melainkan soal bakat dan talenta. PP itu organisasi dengan disiplin seperti militer: komando jelas, suara dari A sampai Z nyaris sama. Jadi sulit bagi pihak luar memengaruhi kalau mereka tidak paham AD/ART dan roh organisasinya.

Kalimat “pemuda” dalam nama PP bukan sekadar batas umur, tapi semangat universal. Lagi pula, WHO menyebut lanjut usia itu 75–90 tahun. Jadi kalau yang dimaksud itu tua, biarlah orang menilai sendiri. Hehehe…

Akar Historis dan Semangat Anti-Komunisme

T: Anda termasuk saksi sejarah lahirnya PP di Medan. Seperti apa situasinya waktu itu?

J: Waktu itu para petinggi TNI AD, terutama Jenderal Nasution, mendirikan PP untuk menghadang gerakan Pemuda Rakyat, sayap PKI. Mereka tahu ideologi bangsa harus dijaga, dan pengalaman Pak Nas waktu menumpas PKI di Madiun 1948 jadi bekalnya.

Di Medan, saya menyaksikan sendiri pengganyangan PKI tahun 1966. Rumah kami di Sukarame jadi semacam posko PP. Ketumnya waktu itu Fendi Keling, bersama tokoh seperti Rosiman, Amran YS, dan Anwar Kongo, semua satu kecamatan dengan kami. Brigjen Sarwo Edhi, saat jadi Pangdam I Bukit Barisan, memasang slogan “Pancasila Abadi atau Mati” di setiap pos PP. Suasana waktu itu sangat tegang, tapi juga membangkitkan semangat nasionalisme yang luar biasa.

T: Mengapa di Medan begitu keras perlawanan terhadap PKI?

J: Karena banyak anggota PP dan TNI AD dibunuh, dan perkebunan di Sumatera Utara jadi basis PKI, Pemuda Rakyat, BTI, GERWANI, sampai BAPERKI. Jadi wajar kalau di sana semangat mengganyang mereka sangat tinggi.

Kasus Tangsel dan Refleksi Sosial

T: Belakangan muncul pemberitaan soal penangkapan anggota PP terkait perparkiran RSUD Tangerang Selatan. Apa pandangan Anda?

J: Itu sebenarnya perkara sederhana, tapi kalau ditelusuri banyak batu sandungannya. Dulu pernah Wakil Wali Kota mengeluh ke saya bahwa lahan parkir dikelola anak-anak PP. Sebagai MPO, saya hanya menyarankan langkah yang baik bagi semua pihak.
Namun prakteknya, Anda para wartawan yang lebih tahu di lapangan. Potlot pers bisa lebih tajam dari pedang, asal dijalankan berdasar fakta. Menegakkan hukum itu bisa semaunya, tapi belum tentu benar kalau tanpa keadilan.

Setahu saya, pengelolaan parkir itu awalnya program kearifan lokal untuk bantu masyarakat sekitar, karang taruna, keluarga yang kemalangan, dan sebagainya. Banyak warga Pamulang anggota PP. Tapi kalau sekarang ada persoalan tender, itu sebaiknya dibuka saja secara transparan. Apakah prosesnya benar sesuai aturan?
Yang memprihatinkan, ada anggota yang meninggal dalam proses BAP di RS Polri karena luka di kepala. Itu tragedi yang tak boleh terulang.

Julukan “Pasukan Rendang” dan Dunia Medsos

T: Di media sosial, PP sering dijuluki “pasukan rendang”. Tanggapan Anda?

J: Medsos itu bebas, suka-suka orang saja. Tapi kadang jadi sarang hoaks, fitnah, dan hasutan. Siapa yang bisa menguasai medsos secara positif, dia menguasai dunia.
Anggota PP itu beragam: dari yang “haram jadah” sampai yang rajin sajadah, dari semut sampai gajah, dari miskin sampai kaya.

Kalau disebut pasukan rendang karena miskin, ya salah kaprah. Saya bilang, miskin itu dosa, karena membuka pintu kemungkaran. Justru kita harus bergandengan tangan menumpas kemiskinan, itu makna sejati dari berpancasila.

Refleksi Penutup

Dua jam berbincang dengan H. Tom Mustafa Siregar terasa singkat. Lelaki yang kini lebih banyak menulis dan berdialog dengan generasi muda itu masih menyimpan semangat lama: menjaga Pancasila sebagai napas bangsa.

Mari berpancasila, tapi jangan hanya di bibir. Di setiap langkah hidup, nilai itu harus bekerja.” katanya pelan, menutup percakapan sore itu.(*)

Bagikan artikel ini untuk menyebarkan informasi terpercaya dari karonesia.com.

Foto Editor

Editor: Lingga
© KARONESIA 2025

Artikel ini telah tayang di Karonesia.com dengan judul "H. Tom Mustafa Siregar: “Pemuda Pancasila Itu Bukan Soal Umur, Tapi Soal Komando dan Talenta”"
Link: https://karonesia.com/update-news/h-tom-mustafa-siregar-pemuda-pancasila-itu-bukan-soal-umur-tapi-soal-komando-dan-talenta/

Iklan ×