Tangerang Selatan, KARONESIA.com | Kampung Wisata Keramat Pulo menjadi ruang temu yang hangat ketika para penggiat seni, budaya, dan pemerhati sejarah berkumpul dalam forum refleksi “Tangsel Bercerita di Usia 17 Tahun”, Sabtu siang, (29/11/2025).
Gelaran yang dimulai pada pukul 13.42 WIB dan dipandu Ketua Historia Tangsel, Agam Pamungkas Lubah, menghadirkan 32 peserta dari unsur pemerintah, komunitas kreatif, hingga para pemerhati budaya yang selama ini mengamati perjalanan Kota Tangerang Selatan.
Agam menggarisbawahi bahwa merawat ingatan kolektif merupakan pekerjaan budaya yang tidak boleh terputus. Baginya, Tangerang Selatan membutuhkan catatan sejarah yang memetakan masa lalu sekaligus mengarahkan masa depan.
“Historia Tangsel ingin mengajak masyarakat peduli dan ikut menciptakan sejarah baru. Kita melalui tahun yang penuh peristiwa, baik tingkat kota maupun nasional, dan semua itu perlu dirangkum agar tidak hilang,” ujar Agam.
Kalimat itu menjadi penanda suasana reflektif yang mengalir sepanjang forum. Para peserta mengurai kembali jejak perubahan kota yang berpacu dengan perkembangan teknologi. Perbincangan mengenai kecerdasan buatan, blockchain, digitalisasi layanan publik, hingga keterbukaan informasi menjadi sorotan, karena seluruhnya menggeser cara masyarakat membangun relasi, memahami identitas budaya, dan menata ruang sosial.
Di tengah laju modernisasi tersebut, para penggiat menilai Tangsel masih memiliki ruang besar untuk memperkuat dokumentasi sejarah dan khazanah budaya lokal. Mereka menyoroti absennya narasi panjang yang merekam pergulatan kota sejak masa awal pembentukannya.
Selain itu, dinamika sosial yang menuntut kesetaraan dan keterbukaan identitas dianggap memerlukan arena dialog yang lebih terstruktur.
Dari diskusi itu, mengemuka dua gagasan yang ingin mereka dorong kepada pemerintah kota: Historia The Series dan Kemah Budaya. Historia The Series diproyeksikan sebagai rangkaian narasi bersambung mengenai sejarah, tokoh, dan peristiwa penting di Tangerang Selatan.
Setiap episode akan mengangkat kisah yang jarang disentuh, dari jejak kampung tua hingga figur yang membentuk lanskap sosial kota.
Sementara itu, Kemah Budaya dirancang sebagai forum perjumpaan warga lintas usia. Agenda ini ingin mengajak masyarakat mendalami budaya lokal lewat penelusuran jejak sejarah, lokakarya, diskusi, dan praktik budaya.
Para penggiat menilai Kemah Budaya dapat menjadi medium edukasi publik yang menyatukan generasi muda dengan para tetua kampung yang menyimpan banyak cerita.
Gagasan tersebut mendapat sambutan positif dari sejumlah tokoh yang hadir. Perwakilan Pemerintah Kota Tangsel, Heru Agus, menyatakan bahwa langkah Historia Tangsel dapat menjadi rujukan refleksi budaya bagi warga. Ia berharap upaya kolektif ini memperoleh ruang yang memadai agar dokumentasi sejarah kota dapat diakses publik secara luas.
“Semoga kolaborasi ini bisa terwujud dalam Historia The Series dan Kemah Budaya,” ujarnya.
Tanggapan serupa datang dari peserta lain, Taufik, yang menilai agenda lanjutan sebaiknya mengundang lebih banyak unsur masyarakat, termasuk kelompok pemuda dan para pelaku ekonomi kreatif.
Ia melihat keterlibatan publik yang lebih luas akan memperkaya narasi dan menciptakan keberlanjutan program budaya.
Dukungan lain datang dari Daeng Rahmat, pendiri Gerakan Bangun Ekonomi Masyarakat Sejahtera sekaligus Ketua Gerakan Cinta Prabowo. Baginya, dua gagasan yang diusung Historia Tangsel patut menjadi agenda utama pelestarian budaya daerah.
Ia menekankan pentingnya menautkan dokumentasi sejarah dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat agar manfaatnya terasa nyata.
Menjelang akhir forum, Ilham, penggiat yang selama ini aktif mengawal program Historia Tangsel, mengajak seluruh peserta memperkuat kolaborasi sebagai fondasi membangun literasi sejarah yang berkelanjutan.
Ia menegaskan bahwa agenda budaya tidak dapat berdiri sendiri tanpa dukungan pemerintah, komunitas, dan masyarakat yang mau terlibat.
Meski forum itu tidak menghasilkan keputusan formal, pewarta mencatat adanya kesepahaman antara pemerintah kota dan para penggiat budaya. Kesepahaman itu menjadi modal awal bagi pengembangan program budaya yang lebih terstruktur.
Pada usia ke-17, Tangerang Selatan bukan sekadar menengok perjalanan kota, tetapi juga merumuskan arah budaya yang lebih jernih.
Melalui gagasan yang muncul dari Kampung Wisata Keramat Pulo, para penggiat berharap narasi sejarah Tangsel dapat tumbuh sebagai penanda identitas sekaligus penuntun masa depan.(*)
Editor: Lingga
© KARONESIA 2025
Link: https://karonesia.com/sosdikbud/refleksi-17-tahun-tangsel-historia-the-series-dan-kemah-budaya-jaga-ingatan-kolektif-kota/

