Iklan Karonesia
Home » Berita » Seleksi Komisaris PT PITS Tangsel: Transparansi, Asta Cita, dan Risiko Polarisasi Politik

Seleksi Komisaris PT PITS Tangsel: Transparansi, Asta Cita, dan Risiko Polarisasi Politik

Tangerang Selatan (KARONESIA) – H. Harry Satriady, Ketua DPD Tangerang Selatan Korps Gibran 09, menyoroti proses seleksi komisaris PT PITS yang dinilai kurang transparan dan rawan politisasi jabatan. Seperti diberitakan Buletin Tangerang, Harry menyatakan, “Jika informasi tertutup, jangan salahkan masyarakat bila mengaitkan adanya indikasi politik praktis dalam seleksi jabatan PT PITS.

Ini menjadi penting karena PT PITS, sebagai Perseroda milik Pemerintah Kota Tangerang Selatan, mengelola dana publik APBD senilai Rp30 miliar untuk investasi strategis. Proses pemilihan pimpinan di BUMD semestinya tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga kredibel dan mencerminkan prinsip good corporate governance (GCG).

Kerancuan Seleksi dan Ambiguitas Persyaratan

Sejumlah pernyataan dari Kabag Perekonomian Tangsel, Ucok Siagian, mengindikasikan seluruh peserta seleksi calon komisaris diduga tidak memenuhi persyaratan khusus, yaitu pengalaman minimal dua tahun di bidang pengelolaan air minum serta sertifikasi kompetensi manajemen air minum. Meski demikian, panitia seleksi menegaskan bahwa persyaratan tersebut bersifat “diutamakan” dan bukan wajib. Dalam praktiknya, mekanisme ini memungkinkan calon tanpa pengalaman teknis yang relevan tetap direkomendasikan ke RUPS.

Menurut Harry Satriady, pola seperti ini menimbulkan ambiguitas serius: publik berhak mempertanyakan apakah seleksi benar-benar menilai kompetensi profesional calon atau sekadar prosedur administratif semata. “Transparansi dan akuntabilitas dalam seleksi BUMD harus menjadi prioritas, karena masyarakat berhak mengetahui dasar rekomendasi panitia sebelum keputusan final diambil oleh RUPS,” tegasnya.

Risiko Polarisasi Politik dan Konflik Kepentingan

Proses seleksi saat ini juga menunjukkan adanya risiko politisasi jabatan. Beberapa calon, termasuk mantan ketua tim pemenangan Pilkada, memperoleh skor tertinggi meski tidak memenuhi pengalaman teknis yang ditetapkan. Hal ini membuka ruang publik untuk menilai adanya intervensi politik dalam penentuan pimpinan BUMD.

Harry menekankan, ketika panitia seleksi dan pemilik saham tidak menegakkan prinsip objektivitas, independensi, dan GCG, legitimasi BUMD akan tergerus. Risiko paling nyata adalah masyarakat kehilangan kontrol terhadap pengelolaan dana publik dan aset strategis kota.

Mengaitkan Seleksi dengan Program Asta Cita

Dalam konteks Tangerang Selatan, PT PITS memiliki peran strategis mendukung program Asta Cita, yang berfokus pada peningkatan kualitas layanan publik, pengembangan infrastruktur, dan manajemen air bersih yang berkelanjutan. Seleksi komisaris dan direksi yang profesional dan kredibel menjadi penentu keberhasilan implementasi program tersebut.

Harry Satriady menekankan, “Calon pimpinan PT PITS harus memiliki kemampuan manajerial dan teknis yang sejalan dengan tujuan Asta Cita, termasuk pengelolaan air minum, efisiensi investasi, dan akuntabilitas penggunaan dana publik.” Tanpa standar kompetensi yang jelas, risiko kegagalan implementasi Asta Cita meningkat, dan manfaat bagi masyarakat menjadi tidak maksimal.

Transparansi sebagai Pilar Akuntabilitas

Transparansi publik merupakan salah satu fondasi utama agar BUMD tetap profesional. Publik berhak mengetahui:

  1. Kriteria seleksi dan bobot penilaian: Termasuk pengalaman teknis, kompetensi manajerial, dan rekam jejak integritas.
  2. Alasan rekomendasi panitia: Mengapa calon tertentu mendapat skor tinggi, meski tidak memenuhi persyaratan khusus.
  3. Tahapan seleksi dan keputusan RUPS: Agar masyarakat memahami proses administratif dan kewenangan final.

Ketiadaan transparansi dapat menimbulkan persepsi negatif, termasuk dugaan politisasi jabatan atau konflik kepentingan. Mengingat PT PITS mengelola dana publik, akuntabilitas bukan sekadar kewajiban hukum, tetapi juga kewajiban moral terhadap masyarakat.

Solusi untuk Seleksi Komisaris yang Profesional

Berdasarkan pengamatan Harry Satriady dan praktik good corporate governance, beberapa langkah dapat diambil untuk memperbaiki proses seleksi:

  1. Audit independen terhadap seleksi: Melibatkan konsultan profesional atau lembaga independen untuk menilai objektivitas panitia seleksi.
  2. Forum publik atau konsultasi terbuka: Menyediakan kesempatan bagi masyarakat dan pemangku kepentingan untuk memahami proses seleksi, termasuk kriteria dan bobot penilaian.
  3. Penegasan standar kompetensi: Persyaratan teknis, pengalaman manajerial, dan integritas harus menjadi tolok ukur utama, terutama bagi calon yang memimpin BUMD yang mengelola dana publik.
  4. Integrasi dengan Asta Cita: Seleksi komisaris dan direksi harus mempertimbangkan kemampuan calon dalam mendukung program Asta Cita secara langsung, memastikan pimpinan mampu menerjemahkan visi program menjadi implementasi nyata.
  5. Publikasi hasil seleksi secara rinci: Termasuk skor dan alasan rekomendasi panitia, untuk menjaga legitimasi dan memperkuat akuntabilitas.

Dengan langkah-langkah ini, PT PITS tidak hanya akan mematuhi hukum dan regulasi BUMD, tetapi juga memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana publik dan pelayanan yang berorientasi pada program strategis seperti Asta Cita.

Kesimpulan

Opini H. Harry Satriady menegaskan bahwa seleksi komisaris PT PITS Tangerang Selatan saat ini menghadapi kerancuan dan risiko politisasi, yang diperparah oleh kurangnya transparansi terkait persyaratan khusus dan proses rekomendasi panitia. Integrasi prinsip good corporate governance, transparansi, akuntabilitas, dan penguatan standar kompetensi menjadi kunci keberhasilan tidak hanya bagi BUMD, tetapi juga bagi implementasi program strategis Asta Cita yang berdampak langsung pada masyarakat.

“Transparansi, akuntabilitas, dan kompetensi profesional bukan pilihan, melainkan keharusan demi integritas PT PITS dan kepentingan masyarakat Tangerang Selatan,” tegas Harry Satriady.

Jika langkah-langkah tersebut diabaikan, seleksi komisaris berisiko menjadi arena politisasi jabatan, bukan instrumen pemilihan pimpinan profesional. Dampaknya, masyarakat kehilangan kontrol terhadap pengelolaan dana publik, dan implementasi Asta Cita bisa terhambat, mengurangi manfaat strategis bagi Kota Tangerang Selatan.

Penulis: H Harry  Satriady,  Ketua DPD Koprs Gibran 09 Kota Tangerang Selatan

Avatar Adm

Editor: Lingga
Copyright © KARONESIA 2025

Artikel ini telah tayang di Karonesia.com dengan judul "Seleksi Komisaris PT PITS Tangsel: Transparansi, Asta Cita, dan Risiko Polarisasi Politik"
Link: https://karonesia.com/ragam/seleksi-komisaris-pt-pits-tangsel-transparansi-asta-cita-dan-risiko-polarisasi-politik/

Iklan ×