Medan, KARONESIA.COM | Isu soal razia truk Aceh di Sumatera Utara menjadi perbincangan hangat dalam beberapa hari terakhir. Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, akhirnya memberikan klarifikasi langsung usai menghadiri rapat paripurna DPRD Sumut, Senin (29/9/2025). Ia menegaskan bahwa peristiwa yang ramai disebut razia truk berpelat BL sejatinya hanya merupakan bagian dari sosialisasi kebijakan baru pajak kendaraan, bukan operasi penindakan seperti yang disangkakan.
“Bukan razia, peraturannya saja akan diterapkan Januari 2026 nanti. Kita hanya sosialisasi dan masih dikaji oleh Bapenda,” ujar Bobby, seperti dikutip dari iNews.id.
Bobby menjelaskan, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sumut sedang merancang aturan baru terkait kewajiban kendaraan operasional perusahaan untuk menggunakan pelat nomor sesuai domisili dan wilayah kerja. Tujuannya jelas: agar pajak kendaraan bermotor kembali ke kas daerah tempat kendaraan beroperasi. Skema ini disebut bukan hal baru karena sejumlah provinsi seperti Riau, Jawa Barat, dan Kalimantan telah lebih dulu menerapkan pola serupa.
Dalam konteks fiskal daerah, kebijakan ini berpotensi memperkuat penerimaan asli daerah. Pajak kendaraan yang selama ini bisa saja tercatat di provinsi lain akan lebih tepat sasaran jika dialokasikan ke wilayah di mana kendaraan beroperasi. Meski begitu, konsekuensi logistik tak bisa dihindari. Perusahaan transportasi lintas provinsi harus menghitung ulang jalur operasional dan kepatuhan administratif.
Pertanyaan publik pun mengemuka. Mengapa isu pelat BL dari Aceh begitu menonjol dalam kasus di Sumut? Bobby menyebut bahwa kebetulan saat sosialisasi berlangsung, ada truk berpelat Aceh yang melintas sehingga menimbulkan kesan seolah operasi ditujukan khusus kepada kendaraan asal provinsi tetangga.
Meski sudah dijelaskan, kebijakan ini tetap menimbulkan berbagai tafsir. Sebagian pihak menilai langkah itu sebagai bentuk penegakan aturan pajak kendaraan, sementara sebagian lain khawatir akan muncul diskriminasi terhadap kendaraan berpelat luar daerah, khususnya dari Aceh.
Secara analitis, regulasi semacam ini memang memerlukan pendekatan lintas daerah. Pajak kendaraan erat kaitannya dengan pergerakan logistik nasional, sehingga koordinasi antarprovinsi sangat penting. Tanpa itu, kebijakan bisa memicu konflik administratif, bahkan berimbas pada ongkos distribusi barang yang lebih mahal.
Selain itu, tantangan implementasi tidak ringan. Proses verifikasi domisili kendaraan, registrasi ulang, hingga pengawasan di lapangan menuntut birokrasi yang lebih efisien. Transparansi pemerintah daerah dalam menyusun regulasi menjadi kunci agar masyarakat dan pelaku usaha tidak merasa dirugikan.
Klarifikasi Bobby sekaligus menjadi ajakan agar publik tidak terjebak pada persepsi keliru mengenai istilah “razia truk Aceh”. Menurutnya, tahap ini murni sosialisasi yang harus diikuti dengan diskusi publik serta uji kelayakan aturan sebelum resmi diberlakukan pada Januari 2026.
Kebijakan pajak kendaraan berbasis domisili sejatinya bertujuan memperkuat keadilan fiskal antardaerah. Pertanyaannya, apakah pemerintah daerah mampu menyiapkan mekanisme yang transparan, adil, dan tidak membebani pelaku usaha? Jawaban atas itu akan menentukan sejauh mana aturan ini dapat berjalan mulus tanpa menimbulkan gesekan di tingkat akar rumput.
Pada akhirnya, publik menantikan langkah lanjutan Bapenda Sumut dalam menyelesaikan rancangan regulasi ini. Sosialisasi hanyalah awal. Konsultasi dengan masyarakat, koordinasi antarprovinsi, serta kepastian hukum harus menyusul agar kebijakan tidak menimbulkan polemik baru di masa depan.(*)

Editor: Redaksi
© KARONESIA 2025
Link: https://karonesia.com/ragam/bobby-nasution-tegaskan-razia-truk-aceh-hanya-sosialisasi/