PERSANA: Perlu Dukungan Pemerintah Agar RS Swasta Dapat Berdaya Saing

JAKARTA, KARONESIA.com – Dengan diundangkannya, Undang-Undang Kesehatan yang baru, PERSANA (Persatuan Pemilik Rumah Sakit Swasta Nasional) menyikapi aturan turunan undang-undang yang berkeadilan sehingga tujuan utama UU tersebut terwujud yaitu mensejahterakan masyarakat dengan upaya peningkatan kualitas layanan kesehatan.

Hal itu dikatakan Ketua Umum PERSANA Dr.dr. Bahtiar Husain Sp.p saat diterima Dewan Pertimbangan Presiden Agung Laksono di ruang kerjanya, Selasa (5/3/2023).

Turut mendampingi Bahtiar, adalah Yudhi Hertanto, SE, MM (Sekjend), Supriyadi Setiawan, SE (penasehat), dr. Warsito, MPH ( penasehat ) dan Dr. dr. Bobby Sp. P.

PERSANA mencatat beberapa hal yang menjadi isu dalam UU Kesehatan nomor 17 tahun 2023 diantaranya, Pertama, Perlindungan hukum tenaga Kesehatan,
Kedua; Peran Organisasi Profesi, Kolegium dan KKI,
Ketiga; BPJS dalam pelayanan bermutu dan bermartabat,
Keempat; Pendidikan dokter spesialis yang berbasis Rumah Sakit,
Kelima; Anggaran Kesehatan yang ditiadakan,
Keenam; Kemudahan Impor tenaga asing,
Ketujuh; Pendayagunaan Tenaga Tradisional di RS yang berlawanan dengan kaidah ilmiah dan,
Kedelapan; Direktur RS dari tenaga non kesehatan.

Secara khusus isu dalam perumahsakitan yang perlu dicermati dan dikawal aturan turunannya; RS bertanggung jawab secara hukum atas semua kelalaian yang dilakukan tenaga medis dan tenaga Kesehatan di RS. Pasal 193, mestinya yang ditanggung RS hanya terkait kebijakan dan kelalaian operasional management.

Baca Juga :  Menteri Keuangan Apresiasi Pengelolaan Anggaran BNPB

Menurut Bahtiar, Direktur RS dapat dijabat oleh tenaga non medis dan non Kesehatan (professional), pasal 186.Peran organisasi profesi yang ditiadakan dalam hal peningkatan konpetensi dokter.

Pelatihan peningkatan kompetensi diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat dan/ atau lembaga pelatihan yang terakreditasi oleh Pemerintah Pusat di Pasal 258.

Adapun obat adalah bahan berkhasiat yang aman dan telah teruji melalui EBM. Pada Pasal 321 Jamu, herbal digolongkan sebagai Obat Bahan Alam sehingga tentu tidak ilmiah.

“Tenaga Tradisional yang diijinkan bergabung di RS. Sumber Daya Manusia terdiri dari Tenaga Kesehatan, Tenaga Medis dan tenaga tradisional,” jelasnya.

Karena itu, usul PERSANA, dibutuhkan dukungan dari kementerian kesehatan untuk memastikan keberadaan sebuah rumah sakit swasta nasional agar bisa tumbuh berdaya saing dengan RS pemerintah yang banyak mendapatkan keistimewaan dari segi support SDM dan pembiayaan.

Sebab peran RS Swasta berkonstribusi dalam membantu pemerintah menyiapkan sarana pelayanan kesehatan untuk menjangkau semua lapisan masyarakat secara nasional. Untuk itu, agar Kementerian Kesehatan memberi ruang dengan memberi kemudahan dalam perizinan, biaya akreditasi dan operasioanal lainnya sehingga bisa tetap tumbuh.

PERSANA mendukung fungsi regulasi Kementerian Kesehatan yang terpisah dan tidak terpusat sebagai institusi yang berupaya mengembangkan kapasitas rumah sakit termasuk didalamnya bagi rumah sakit swasta sehingga bisa tetap tumbuh dan eksis melayani masyarakat.

Baca Juga :  Kunker Ke PT PAL Indonesia, Menhan Prabowo: Bangga Putra Putri Indonesia Berhasil Bangun Kapal Perang Frigate Merah Putih

Hendaknya pendisiplinan tenaga medis melalui pengawasan Majelis dan peningkatan kompetensi dan pengembangan Pendidikan berkelanjutan, kolegium profesi hendaknya tetap berada dalam lingkup kendali dan pengawasan profesi. Jika terjadi dispute dari suatu sengketa medis maka Putusan Majelis tidak dapat diintervensi atau dianulir oleh Menteri.

Adapun berkenaan dengan BPJS Kesehatan: BPJS adalah napas RS swasta nasional yang berada di front depan melayani masyarakat bawah.

Agar RS Swasta dapat eksis dan tumbuh maka perlu dilakukan penyesuaian tarif layanan BPJS secara berkala dalam mengatasi beban operasional guna mengimbangi eskalasi penigkatan biaya karena inflasi, beban sumber daya manusia, penyusutan sarana prasarana yang terus terjadi.

RS swasta diberi kesempatan dan dipermudah dalam hal pembukaan layanan baru di RS demi memperluas akses publik untuk mendapatkan layanan Kesehatan bermutu, termasuk dalam hal rujukan dan berbagai pusat layanan baru seperti hemodialisa, cathlab, CT Scan, kemotherapi dan lain-lain.

BPJS hendaknya dikelola secara nirlaba tanpa tergiur dengan orientasi profit sehingga segala sumber daya semata ditujukan kepada kemanfaatan layanan Kesehatan masyarakat. Tarif klaim BPJS yang diberlakukan hendaknya dibedakan antara RS swasta dan RS pemerintah.

Baca Juga :  Launching Pembangunan Pengganti Aset Dari Kementerian PUPR RI

RS swasta mempunyai beban operasional lebih besar dibanding RS pemerintah sehingga proporsi klaim RS swasta mestinya dinilai lebih besar.

PERSANA melihat dari evaluasi pelayanan BPJS Kesehatan pola tarif yang berlaku bagi pemberi layanan kesehatan masih belum sampai pada tingkat yang berkeadilan, terutama dibandingkan dengan biaya operasional yang harus ditanggung sebuah rumah sakit.

Hal lain, pelayanan BPJS terkesan pasien mendapatkan pelayanan Kesehatan bukan berdasar kebutuhan pasien tetapi menyesuaikan dan mencukupkan budget sehingga berdampak mutu layanan kurang dan kurang etis. Disarankan agar pelayanan Kesehatan bermutu, bermartabat dan berkeadilan agar mengadopsi sistim klaim dari sistim prospektif yaitu klaim yang didasarkan kelompok diagnosis ke sistim klaim Retrospektif.

Klaim retrospektif adalah Klaim pelayanan didasarkan pada kebutuhan pasien sesuai dengan diagnosis dan pelayanan yang diberikan. Klaim ini dianggap lebih baik, adil dan bermartabat karena klaim biaya ditagihkan setelah pelayanan diberikan.

Usulan lain yang juga amat penting agar penilaian klaim pelayanan objektif maka tim verifikator bukan dari unsur BPJS namun dari Lembaga yang terpisah sehingga objektif dan independen. (@2024)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *