Jakarta, KARONESIA | Gelombang aksi massa yang menyasar Gedung DPR kembali menyisakan tragedi. Seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, tewas usai tertabrak kendaraan taktis Brimob di tengah kericuhan, Sabtu (30/8/2025). Insiden ini memicu reaksi publik yang semakin keras terhadap aparat kepolisian dan menjadi simbol kemarahan baru di jalanan.
Aksi unjuk rasa awalnya berlangsung sebagai bentuk kekecewaan masyarakat terhadap sikap legislatif. Namun, meninggalnya Affan membuat gelombang protes kian meluas, bahkan menjalar ke berbagai daerah. Massa tidak hanya menggelar orasi, tetapi juga melakukan aksi anarkis, termasuk penyerangan ke rumah sejumlah politisi.
Kematian Affan menjadi titik balik. Media sosial dipenuhi seruan keadilan, sementara keluarga korban menanggung duka mendalam. Polisi menegaskan bahwa peristiwa itu murni insiden akibat situasi lapangan yang sulit terkendali. Namun, penjelasan itu belum cukup meredam kecurigaan publik bahwa ada kelalaian dalam penanganan massa.
Fakta bahwa seorang warga sipil kehilangan nyawa dalam demonstrasi harus dipandang serius. Setiap aksi massa adalah ruang ekspresi demokrasi yang dijamin Undang-Undang. Ketika pengelolaannya menimbulkan korban, berarti ada celah dalam standar pengamanan yang perlu dievaluasi.
Pakar hukum menilai tragedi ini bisa menjadi momentum refleksi bagi Polri. Standar operasional prosedur, khususnya penggunaan kendaraan taktis di tengah kerumunan, perlu diperketat. Aparat harus memastikan setiap instrumen keamanan dijalankan dengan perhitungan matang, bukan sekadar instruksi reaktif.
Selain itu, prinsip hak asasi manusia harus diperkuat dalam setiap pengamanan aksi. Pendekatan represif tanpa komunikasi terbuka hanya akan menambah api ketidakpercayaan publik. Transparansi informasi, penyelidikan tuntas, serta langkah tanggung jawab kelembagaan menjadi kunci untuk meredakan kemarahan masyarakat.
Di sisi lain, tragedi ini juga mengingatkan pentingnya sinergi antara aparat, pemerintah, dan kelompok masyarakat sipil. Tanpa koordinasi dan komunikasi sejak awal, aksi massa berpotensi kembali ricuh dan menelan korban.
Mahfud MD, mantan Menko Polhukam, menegaskan bahwa peristiwa ini harus menjadi alarm bagi pemerintah. Massa dan aparat sama-sama terluka. Jika langkah tepat tidak segera diambil, gelombang protes bisa berubah menjadi krisis politik yang lebih besar.
Tragedi Affan Kurniawan adalah potret rapuhnya manajemen keamanan di ruang demokrasi. Publik menuntut bukan hanya keadilan, tetapi juga jaminan bahwa demonstrasi ke depan tidak lagi memakan korban.

Penulis: Yakub F Ismail Ketum IMO Indonesia
Editor: Lingga
© KARONESIA 2025
Link: https://karonesia.com/nasional/ricuh-demo-dpr-tragedi-affan-kurniawan-guncang-publik/