Home » Berita » May Day 2025: Buruh, Penopang Devisa, Masih Terpinggirkan

May Day 2025: Buruh, Penopang Devisa, Masih Terpinggirkan

Avatar Adm

Editor: Tim Redaksi
Copyright © KARONESIA 2025

KARONESIA.COM | Jakarta – Peringatan May Day 2025 menyoroti posisi buruh sebagai bagian integral dari perekonomian Indonesia. Mereka adalah pahlawan tak tampak yang menggerakkan mesin industri, mengekspor produk, dan menghasilkan devisa negara. Namun, saat buruh menuntut kesejahteraan yang lebih baik, suara mereka kerap kali terdengar sayup-sayup, tertutup oleh janji-janji politik yang hanya menguap di udara.

Aksi yang berlangsung di berbagai daerah pada 1 Mei 2025 ini membawa pesan yang jelas dan tegas: buruh tidak hanya butuh kata-kata, tetapi juga kebijakan konkret yang memperbaiki kualitas hidup mereka.

Sebagaimana disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, daya beli buruh telah merosot tajam hingga 30 hingga 40 persen dalam lima tahun terakhir. “Kami meminta pemerintah tidak hanya bicara kesejahteraan di panggung politik, tetapi juga merealisasikan kebijakan yang memihak buruh,” ujarnya, seperti dikutip dari Kompas TV, Kamis (01/05/2035).

Melihat situasi ini, kita tidak bisa lagi menutup mata. Buruh adalah penopang ekonomi yang harus dihargai lebih dari sekadar angka statistik atau mesin penggerak industri. Setiap hari, mereka bekerja keras di sektor-sektor yang padat karya, mulai dari tekstil, elektronik, hingga perikanan. Meskipun kontribusi mereka dalam menyumbang devisa negara sangat signifikan, tingkat kesejahteraan mereka masih jauh dari kata layak. Kesenjangan antara kontribusi mereka terhadap perekonomian dengan pendapatan yang diterima buruh semakin melebar, menandakan ketidakadilan yang jelas dalam sistem ketenagakerjaan yang ada.

Pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan komitmen pemerintah untuk memperbaiki kesejahteraan buruh memang terdengar menenangkan, tetapi apakah itu cukup? Sejak menjabat, Prabowo telah menyampaikan berbagai janji untuk memperbaiki nasib buruh, namun permasalahan struktural yang menghambat kesejahteraan buruh masih belum terselesaikan. Ketimpangan yang terus terjadi membuktikan bahwa komitmen pemerintah harus lebih dari sekadar kata-kata di pidato, tetapi harus terwujud dalam kebijakan yang berpihak kepada buruh secara nyata.

Wakil Menteri Ketenagakerjaan Afriansyah Noor mengatakan pihaknya terus mengevaluasi kebijakan ketenagakerjaan. Menurutnya, dialog tripartit antara pemerintah, pengusaha, dan buruh akan diintensifkan. “Kami mendengar, mencatat, dan siap mencari solusi bersama,” ujarnya, seperti diberitakan Media Indonesia pada 1 Mei 2025.

Namun, pertanyaannya adalah: apakah dialog semacam itu benar-benar efektif jika tidak ada langkah nyata yang diambil untuk meningkatkan kondisi buruh secara drastis? Dialog yang berlarut-larut tanpa solusi konkret hanya akan menjadi rutinitas tanpa makna.

Dalam dunia ekonomi, buruh berperan sebagai pilar penting bagi stabilitas ekonomi domestik. Ekonom Bhima Yudhistira dari INDEF menegaskan bahwa kesejahteraan buruh harus ditempatkan sebagai prioritas dalam kebijakan pembangunan. “Kalau buruh sejahtera, konsumsi domestik akan kuat, industri berkembang, dan pada akhirnya menopang pertumbuhan ekonomi,” katanya seperti dikutip dari CNN Indonesia, Kamis (01/05/2025).

Pernyataan ini menunjukkan pentingnya kesejahteraan buruh dalam mendorong perekonomian negara. Namun, sepertinya hal ini masih kurang diperhatikan oleh banyak pihak yang lebih memprioritaskan sektor lain.

Kenyataannya, buruh tidak hanya memerlukan kenaikan upah, tetapi juga perlindungan sosial, hak yang lebih adil dalam pengupahan, dan perlakuan yang lebih manusiawi dari pengusaha. Mereka berhak mendapatkan jaminan kesehatan yang lebih baik, hak cuti yang lebih fleksibel, dan lingkungan kerja yang aman. Namun, semua itu masih menjadi harapan yang belum terwujud secara menyeluruh.

Sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia harus memandang buruh sebagai aset yang sangat berharga. Mereka bukan sekadar mesin produksi, tetapi juga individu yang memiliki hak untuk hidup layak dan dihormati. Peran mereka dalam menciptakan devisa negara harus diimbangi dengan kebijakan yang memastikan mereka dapat menikmati hasil dari kerja keras mereka sendiri.

Hari Buruh 2025 ini seharusnya menjadi titik tolak bagi pemerintah untuk lebih serius memperhatikan nasib buruh. Tidak hanya melalui pidato-pidato indah, tetapi dengan kebijakan nyata yang memberikan mereka apa yang mereka butuhkan: keadilan, kesejahteraan, dan penghargaan. Buruh tidak hanya bisa menjadi mesin penggerak ekonomi; mereka berhak mendapatkan buah dari jerih payah mereka. (#)