Karonesia.com | Editor: Tim Redaksi
Copyright © KARONESIA 2025
Jakarta (KARONESIA.COM) – Kebijakan tarif tinggi yang diumumkan Amerika Serikat awal April mengguncang kawasan Asia Tenggara. Negara-negara ASEAN kini menghadapi tantangan serius terhadap pertumbuhan ekonomi dan stabilitas perdagangan akibat lonjakan bea masuk yang dikenakan terhadap berbagai produk ekspor.
Vietnam, sebagai salah satu pusat produksi utama dunia, menerima beban terberat dengan tarif sebesar 46 persen. Pemerintah AS berdalih tarif tersebut bersifat “resiprokal” atas hambatan perdagangan yang dihadapi produk AS di negara tujuan ekspor. Namun, kebijakan ini berpotensi memukul keras industri padat karya dan menggoyang kepercayaan investor di kawasan.
Data menunjukkan bahwa 30 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Vietnam tahun lalu berasal dari ekspor ke AS. Elektronik dan tekstil menjadi sektor dominan. Pelaku industri mengaku terkejut dan khawatir. “Pajak 46 persen ini di luar dugaan. Banyak bisnis terancam tutup dan ribuan pekerja bisa kehilangan pekerjaan,” kata Wakil Ketua Asosiasi Tekstil dan Garmen Vietnam, Duong Thi Ngoc Dung, seperti dikutip chinadaily, Kamis (10/04/2025)
Tak hanya Vietnam, Thailand dan Indonesia juga dikenakan tarif masing-masing 36 dan 32 persen. Keduanya berupaya meredam dampak dengan membuka jalur negosiasi bilateral. Sementara itu, Malaysia yang dikenai tarif 24 persen, memperingatkan bahwa tekanan ini bisa merembet ke konsumsi domestik dan investasi jangka panjang, terutama di sektor semikonduktor.
Kondisi serupa juga dialami negara-negara lebih kecil seperti Kamboja, Laos, dan Myanmar. Kamboja harus menghadapi tarif tertinggi di ASEAN sebesar 49 persen, yang diperkirakan akan melumpuhkan sektor garmen dan alas kaki—dua pilar utama perekonomian negara itu.
Pemerintah di kawasan pun mulai merespons. Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menyerukan persatuan antarnegara ASEAN untuk memperkuat posisi dalam menghadapi tekanan dagang. “Kita harus berdiri bersama sebagai ASEAN, dengan kekuatan ekonomi dan populasi yang besar,” ujarnya dalam pertemuan internal pemerintahan.
Vietnam membentuk satuan tugas untuk mengkaji dampak dan solusi dari krisis perdagangan ini. Perdana Menteri Pham Minh Chinh menegaskan target pertumbuhan 8 persen tahun ini tetap dipertahankan, meski di tengah tekanan. Di Thailand, Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra menilai tarif 37 persen terlalu tinggi dan mendorong negosiasi segera dengan Washington untuk menurunkan beban tersebut.
ASEAN selama ini menjadi basis manufaktur global bagi produk-produk ternama seperti iPhone, Apple Watch, dan mobil listrik Tesla. Ketidakpastian tarif yang berlarut-larut berisiko mengubah arah investasi ke luar kawasan, sekaligus memperlemah daya saing industri regional.
Para pengamat menyebut situasi ini belum menunjukkan siapa pemenangnya. Sementara itu, yang paling terdampak adalah para pekerja, produsen kecil, dan konsumen global yang akan menghadapi harga barang lebih mahal. (#)