KARONESIA.COM | Jakarta – Hamas membebaskan prajurit Israel berkewarganegaraan ganda Amerika Serikat, Edan Alexander, pada Senin malam waktu setempat. Pembebasan ini terjadi di tengah serangan intensif militer Israel ke Jalur Gaza yang telah berlangsung selama lebih dari 70 hari.
Komite Internasional Palang Merah (ICRC) memfasilitasi proses pemindahan Alexander. Dalam foto yang dirilis, Alexander terlihat didampingi perwakilan Hamas dan seorang pejabat Palang Merah, menandai akhir masa penahanannya yang penuh ketidakpastian.
Dalam pernyataannya, Hamas menyebut pembebasan ini sebagai bentuk “inisiatif kemanusiaan” dan isyarat itikad baik kepada Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang pekan ini melakukan kunjungan diplomatik ke negara-negara Teluk.
Menanggapi hal itu, Trump melalui platform Truth Social menulis, “Edan Alexander, sandera asal Amerika yang sebelumnya dikira tewas, akan dibebaskan oleh Hamas. Kabar luar biasa!”
Sementara pemerintah Israel menyambut baik pembebasan itu, kritik dari publik dalam negeri terus mengalir. “Kami berkomitmen untuk memulangkan semua sandera, baik yang masih hidup maupun yang telah gugur,” tulis kantor Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
Namun, sejumlah keluarga sandera menuding Netanyahu gagal memprioritaskan penyelamatan warga sipil. Menurut laporan Al Jazeera, ibu Alexander langsung diterbangkan ke pangkalan militer Re’im untuk bertemu kembali dengan putranya.
Pengamat politik Israel, Akiva Eldar, menyebut keberhasilan pembebasan Alexander memperlihatkan adanya celah diplomasi yang justru tidak digunakan Netanyahu. “Apa yang bisa dilakukan Trump, tampaknya Netanyahu tidak mampu—atau tidak bersedia—melakukannya,” ujarnya.
Sementara itu, kantor Netanyahu menyatakan bahwa pembebasan Alexander terjadi berkat tekanan militer. Namun sejumlah pihak meyakini langkah ini merupakan hasil komunikasi tidak langsung antara AS dan Hamas melalui jalur regional.
Editor: Tim Redaksi
Copyright © KARONESIA 2025