KARONESIA.COM | Jakarta – Penyidikan koneksitas perkara korupsi pengadaan satelit di Kementerian Pertahanan (Kemhan) memasuki babak penting. Jaksa Agung Muda Pidana Militer (JAMPidmil) menetapkan tiga tokoh kunci sebagai tersangka, menguak sisi gelap dari proyek strategis pertahanan yang semestinya menopang kedaulatan ruang angkasa Indonesia.
Laksamana Muda TNI (Purn) Leonardi, Anthony Thomas Van Der Hayden, dan Gabor Kuti kini menjadi tokoh sentral dalam perkara bernilai puluhan juta dolar AS yang diduga melanggar prosedur hukum dan pengadaan negara.
“Penetapan ini hasil penyidikan gabungan unsur militer dan sipil secara menyeluruh. Proyek ini tak hanya rugikan negara secara finansial, tapi juga menyentuh aspek strategis pertahanan,” kata Direktur Penindakan JAMPidmil Brigjen TNI Andi Suci, Rabu (07/05/2025).
Kasus ini bermula dari penandatanganan kontrak antara Kemhan dan perusahaan asal Hungaria, Navayo International AG, pada 1 Juli 2016. Kontrak senilai 34,19 juta dolar AS itu kemudian direvisi menjadi 29,9 juta dolar, meski belum ada anggaran tersedia dan tanpa proses pengadaan formal. Penunjukan Navayo disebut kuat didorong oleh tersangka ATVDH.
Yang menjadi sorotan tajam adalah bagaimana pengadaan dilakukan tanpa pemeriksaan barang. Empat COP ditandatangani oleh pejabat Kemhan yang disebut bertindak atas dasar dokumen yang disiapkan ATVDH dan Gabor Kuti. Barang-barang diklaim sudah dikirim, tetapi hasil laboratorium menunjukkan kualitas tidak sesuai—bahkan 550 unit ponsel yang dikirim bukan handphone satelit dan tanpa chip pengaman.
Sementara itu, program utama berupa milestone teknis tidak mampu memenuhi spesifikasi teknis. “Hasil kajian ahli menyatakan perangkat itu tidak layak digunakan. Ini tidak hanya soal administrasi, tapi mengganggu kemampuan strategis pertahanan,” tegas Brigjen Andi.
Dampaknya berlanjut hingga ranah internasional. Navayo menggugat Indonesia melalui arbitrase di Singapura. Putusan yang keluar pada 22 April 2021 mewajibkan Indonesia membayar 20,86 juta dolar AS. Tak hanya itu, Navayo mengajukan penyitaan aset negara di luar negeri, termasuk properti diplomatik di Paris.
Penyidikan sejauh ini melibatkan 68 saksi dan 9 ahli, termasuk pakar satelit, hukum, dan keuangan negara. Audit BPKP menyebut total kerugian negara mencapai 21,3 juta dolar AS.
Penetapan pasal yang dikenakan kepada para tersangka menunjukkan keseriusan negara menindak kasus ini. Mereka dijerat dengan pasal dalam UU Tindak Pidana Korupsi dan pasal berlapis dalam KUHP, yang bisa membawa konsekuensi hukuman maksimal.
Kasus ini menjadi pengingat keras: dalam proyek strategis pertahanan, pengawasan dan integritas bukan sekadar syarat administratif, tetapi fondasi kedaulatan negara.
Editor: Lingga
Copyright © KARONESIA 2025