Jakarta (KARONESIA.COM) –Â Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut dugaan korupsi dalam impor gula yang terjadi di Kementerian Perdagangan pada periode 2015-2016. Tim Jaksa Penyidik dari Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) memeriksa empat saksi yang diduga memiliki keterkaitan dengan perkara ini. Senin (17/03/2025).
Keempat saksi tersebut adalah MHM, Komisaris PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) pada 2015-2016; TKL, Distributor PT Makassar Tene dan PT PDSU; SYL, Sekretaris Perusahaan PT PPI pada 2016-2021; serta FM, Staf Divisi Bahan Pokok PT PPI pada 2016. Mereka dimintai keterangan untuk memperkuat bukti dan melengkapi berkas perkara dengan tersangka TWN dan pihak lain yang masih dalam penyelidikan.
Dugaan korupsi dalam impor gula ini mencuat setelah ditemukan indikasi penyimpangan dalam mekanisme pengadaan dan distribusi. Sumber internal Kejagung menyebut ada perbedaan signifikan antara volume gula yang diimpor dengan jumlah yang masuk ke pasar, memunculkan dugaan adanya praktik mark-up atau penyalahgunaan kuota impor.
“Penegakan hukum dalam kasus ini bertujuan untuk mengungkap aliran dana dan memastikan pihak yang bertanggung jawab bisa dimintai pertanggungjawaban,” ujar seorang pejabat Kejagung yang enggan disebutkan namanya.
Penyidik mendalami peran masing-masing saksi, termasuk dugaan adanya keuntungan tidak sah yang diperoleh dari kebijakan impor gula saat itu. Sejumlah transaksi keuangan dari perusahaan terkait juga tengah ditelusuri untuk mengetahui apakah ada aliran dana ke pihak tertentu di Kementerian Perdagangan atau lembaga lainnya.
Hingga saat ini, Kejagung belum mengungkap kemungkinan adanya tersangka baru dalam perkara ini. Namun, dengan semakin banyaknya saksi yang diperiksa, tidak menutup kemungkinan penyidik akan menetapkan nama-nama lain yang diduga terlibat dalam skema korupsi ini.
Kasus impor gula ini menjadi sorotan karena menyangkut komoditas strategis yang berpengaruh pada harga di pasar. Jika terbukti ada penyimpangan, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berdampak pada masyarakat luas yang harus membayar harga lebih tinggi akibat permainan di sektor distribusi. (@2025)