JAM-Pidum Setujui 4 Restorative Justice, Salah Satunya di Bali
“Pendekatan keadilan restoratif tidak hanya menyelesaikan perkara secara hukum, tetapi juga mengembalikan harmoni sosial,” kata seorang pengamat hukum dari Universitas Indonesia.

Jakarta (KARONESIA.COM) – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menyetujui empat permohonan penghentian penuntutan melalui mekanisme keadilan restoratif (restorative justice) dalam ekspose virtual pada Senin, 3 Maret 2025. Salah satu perkara yang mendapat persetujuan adalah kasus pencurian sepeda motor di Bali yang melibatkan tersangka Mohammad Azka Murtadho alias Aka dari Kejaksaan Negeri Karangasem.
Kasus ini bermula pada 1 Februari 2025, saat tersangka tengah berolahraga pagi dan beristirahat di sebuah warung akibat hujan. Setelah melanjutkan perjalanan, ia merasa lelah dan melihat sebuah sepeda motor Yamaha Mio Soul terparkir dengan kunci masih terpasang. Timbul niat untuk mengambil kendaraan tersebut, tersangka lalu membawa motor itu ke Masjid Al Hidayah, tempat ia beristirahat dan menyimpan kunci motor dalam tasnya.
Namun, aksi tersebut segera terungkap. Pemilik kendaraan, I Wayan Nova Kirana, mendatangi tersangka dan menanyakan keberadaan motornya. Tanpa perlawanan, tersangka mengakui perbuatannya dan mengembalikan kunci motor. Kejadian ini membuat pemilik kendaraan hampir mengalami kerugian sebesar Rp7 juta.
Kepala Kejaksaan Negeri Karangasem Suwirjo bersama Kasi Pidum Ariz Rizky Ramadhon dan jaksa fasilitator Angie Fitri Chayrani Siagian menginisiasi penyelesaian perkara ini melalui mekanisme keadilan restoratif. Dalam prosesnya, tersangka telah meminta maaf kepada korban, dan korban menerima permintaan maaf tersebut. Berdasarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 serta pertimbangan sosiologis, permohonan penghentian penuntutan diajukan ke Kejaksaan Tinggi Bali dan disetujui JAM-Pidum.
Selain perkara pencurian di Bali, tiga kasus lain juga diselesaikan melalui mekanisme yang sama, yaitu:
- Kasus penganiayaan dengan tersangka Tara Lorenda dari Kejaksaan Negeri Musi Rawas.
- Kasus penganiayaan dengan tersangka Kiyu Rapena SM dari Kejaksaan Negeri Musi Rawas.
- Kasus pemerasan dengan kekerasan dengan tersangka Regi Saputra dari Kejaksaan Negeri Lahat.
JAM-Pidum menekankan bahwa keadilan restoratif diberikan setelah memenuhi sejumlah kriteria, di antaranya tersangka belum pernah dihukum, ancaman pidana di bawah lima tahun, serta adanya perdamaian antara korban dan tersangka yang dilakukan secara sukarela tanpa tekanan.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” ujar JAM-Pidum dalam keterangannya.
Restorative justice semakin menjadi pendekatan hukum yang diutamakan Kejaksaan RI dalam menyelesaikan perkara-perkara tertentu. Model ini tidak hanya memberikan kesempatan kedua bagi tersangka, tetapi juga mempertimbangkan aspek keadilan bagi korban dan masyarakat. (@2025)