Jakarta, KARONESIA.COM | Langkah progresif ditempuh Kejaksaan Agung dalam menangani perkara narkotika. Melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, institusi ini menyetujui penyelesaian tiga perkara penyalahgunaan narkotika lewat mekanisme restorative justice. Keputusan itu diambil setelah ekspose perkara yang digelar secara virtual, Selasa, (30/9/2025).
Kasus pertama melibatkan Muhammad Ronaldo alias Ronal bin Deddy dari Kejaksaan Negeri Padang. Ia dijerat pasal berlapis Undang-Undang Narkotika, mulai dari Pasal 114 ayat (1), Pasal 111 ayat (1), hingga Pasal 127 ayat (1) huruf a. Kasus kedua menimpa Khalid Nur Ardi alias Khalid bin Aliyardi, juga dari Kejaksaan Negeri Padang, dengan ancaman pasal serupa yakni Pasal 112 ayat (1) dan Pasal 127 ayat (1) huruf a. Sementara itu, perkara ketiga menjerat Prima Kusmawan alias Prima bin Totong Sujai dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon, yang dikenakan Pasal 114 ayat (1), Pasal 112 ayat (1), hingga Pasal 127 ayat (1) huruf a.
Mengapa rehabilitasi dipilih sebagai jalan keluar? JAM-Pidum menekankan beberapa pertimbangan. Pertama, hasil pemeriksaan laboratorium memastikan seluruh tersangka positif menggunakan narkotika. Kedua, penyidikan dengan metode know your suspect menunjukkan ketiganya bukan bagian dari jaringan peredaran gelap, melainkan pengguna terakhir (end user). Ketiga, tidak ada catatan bahwa para tersangka pernah masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).
Selain itu, asesmen terpadu mengategorikan para tersangka sebagai pecandu atau korban penyalahgunaan narkotika. Mereka pun tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar, ataupun kurir. Data juga menunjukkan para tersangka belum pernah menjalani rehabilitasi, atau baru menjalani rehabilitasi maksimal dua kali, dengan keterangan resmi dari lembaga berwenang.
Dalam konteks ini, pendekatan restorative justice dianggap lebih adil dan bermanfaat. Penegakan hukum tidak semata-mata menghukum, tetapi juga mengedepankan aspek pemulihan, baik bagi individu maupun masyarakat. “Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021,” ujar Asep Nana Mulyana dalam siaran pers.
Langkah ini sekaligus menegaskan peran jaksa sebagai dominus litis, yang tidak hanya mengejar vonis pidana, tetapi juga menjaga keseimbangan keadilan. Dengan memilih jalur rehabilitasi, Kejaksaan berupaya memutus lingkaran penyalahgunaan narkotika sekaligus memberi kesempatan bagi tersangka untuk pulih.
Publik tentu dapat menilai, apakah pendekatan ini efektif menekan angka penyalahgunaan narkotika. Namun, pilihan Kejaksaan menunjukkan keberanian untuk menggeser paradigma, dari menghukum pengguna menjadi memulihkan mereka. Jika konsisten, restorative justice berpotensi menjadi pintu masuk reformasi penegakan hukum di ranah narkotika.(*)

Editor: Lingga
© KARONESIA 2025
Link: https://karonesia.com/hukum/jaksa-agung-setujui-restorative-justice-untuk-3-kasus-narkotika/