Jakarta (KARONESIA.COM) – Amerika Serikat berada di ambang kembalinya status endemik untuk penyakit campak, dua puluh lima tahun setelah negara itu menyatakan bebas dari penyakit tersebut. Ancaman ini muncul seiring terus turunnya tingkat vaksinasi anak di berbagai negara bagian, yang mendorong lonjakan kasus secara signifikan pada awal 2025.
Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal JAMA memperingatkan bahwa jika tren ini berlanjut, Amerika Serikat dapat mencatat lebih dari 851 ribu kasus campak dalam kurun 25 tahun ke depan. Kondisi ini akan memburuk jika cakupan vaksinasi terhadap campak-gondok-rubela (MMR) turun 10 persen, yang diproyeksikan dapat menyebabkan 11,1 juta kasus. Prediksi ini berdasarkan pemodelan komputer yang memadukan data vaksinasi, angka kelahiran dan kematian, serta catatan historis wabah campak di negara tersebut.
Data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyebutkan, hingga 17 April 2025, tercatat lebih dari 800 kasus campak di seluruh AS, dengan dua kematian terjadi dalam satu wabah besar di Texas. Jumlah ini meningkat tajam 180 persen dibandingkan total kasus sepanjang 2024, yang mencapai 285 kasus—angka tertinggi kedua dalam 25 tahun terakhir.
Sebagian besar kasus tahun ini terjadi di komunitas-komunitas tertutup dengan tingkat vaksinasi yang rendah, terutama di wilayah Texas, New Mexico, dan Oklahoma. CDC melaporkan bahwa 96 persen dari seluruh kasus terjadi pada individu yang tidak divaksin atau dengan status vaksinasi yang tidak diketahui.
Nathan Lo dari Stanford Medical School, peneliti utama dalam studi JAMA, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap sejumlah kebijakan negara bagian dan nasional yang saat ini tengah diperdebatkan, yang dapat semakin menurunkan cakupan vaksinasi anak. Ia menyoroti bahwa tren penurunan vaksinasi telah dipicu oleh penyebaran teori-teori konspirasi yang bertolak belakang dengan bukti ilmiah, seperti klaim yang mengaitkan vaksin dengan autisme dan gangguan kesehatan lain.
Menurut laporan Reuters yang dikutip pada Kamis (24/4), keraguan terhadap vaksin semakin meluas selama pandemi COVID-19, terutama akibat politisasi vaksin oleh sejumlah tokoh publik. Salah satu nama yang disorot dalam laporan tersebut adalah Robert F. Kennedy, Jr., yang kini menjabat sebagai Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS, setelah selama bertahun-tahun dikenal aktif menyuarakan penolakan terhadap vaksin.
Model simulasi dalam studi JAMA menunjukkan bahwa jika vaksinasi rutin terhadap anak-anak turun 50 persen, AS berpotensi menghadapi lebih dari 51 juta kasus campak, hampir 10 juta kasus rubela, dan 4,3 juta kasus polio selama dua dekade mendatang. Situasi itu bisa menimbulkan dampak kesehatan serius, termasuk puluhan ribu kasus kelumpuhan, cacat lahir, efek neurologis jangka panjang, serta lebih dari 159 ribu kematian.
Dr. Mujeeb Basit dari UT Southwestern Medical Center, meski tidak terlibat dalam studi tersebut, menilai bahwa tren penurunan vaksinasi adalah sinyal peringatan yang nyata. “Jika tingkat vaksinasi turun lima persen saja, puluhan ribu orang akan terinfeksi. Jika turun 15 persen, jumlahnya bisa mencapai jutaan,” katanya. Menurut dia, yang perlu dicermati bukan sekadar angka, melainkan arah tren yang mengkhawatirkan.
Para peneliti menekankan bahwa peningkatan kecil dalam cakupan vaksinasi, bahkan hanya sekitar lima persen, bisa cukup untuk mencegah campak kembali menjadi endemik di Amerika Serikat. Namun, tanpa tindakan segera, negeri yang pernah mengeliminasi campak itu berisiko menyaksikan kembalinya penyakit lama dengan dampak yang jauh lebih besar. (#)
Editor: Tim Redaksi
Copyright © KARONESIA 2025