Yogyakarta, (KARONESIA.COM) – Pusat Penelitian dan Pengembangan Konstitusi dan Hak Asasi Manusia (P3KHAM) Universitas Sebelas Maret (UNS) mengajukan empat rekomendasi untuk memperbaiki kebijakan keadilan restoratif di Indonesia. Rekomendasi ini disampaikan dalam Focus Group Discussion (FGD) yang berlangsung di Hotel Santika, Yogyakarta, Jumat (21/02/2025).
Kebijakan keadilan restoratif bertujuan menyeimbangkan kepentingan pelaku kejahatan dan korban, namun implementasinya masih menimbulkan perdebatan. “Praktik ini rawan digugat melalui praperadilan karena dianggap menyimpang dari hukum pidana konvensional,” ujar Kepala P3KHAM UNS, Dr. Heri Hartanto, S.H., M.H.
P3KHAM UNS menilai perlu adanya mekanisme checks and balances antara aparat penegak hukum (APH) seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Jaksa, sebagai dominus litis, diusulkan memiliki peran supervisi dalam penyidikan untuk menghindari penyalahgunaan wewenang.
Selain itu, pengawasan publik harus diperkuat guna memastikan transparansi dan keterlibatan masyarakat dalam proses keadilan restoratif. Langkah ini dinilai penting untuk mewujudkan keadilan substantif bagi semua pihak.
Regulasi yang lebih jelas juga diperlukan. P3KHAM UNS mengusulkan revisi KUHAP agar kebijakan keadilan restoratif memiliki dasar hukum yang lebih kuat dan menghindari ego sektoral antarinstansi penegak hukum.
Guru Besar FH UNS, Prof. Dr. Hari Purwadi, S.H., M.Hum., menegaskan bahwa sistem hukum pidana di Indonesia masih cenderung retributif, lebih fokus pada pelaku dan kurang mempertimbangkan keadilan bagi korban serta masyarakat.
Saat ini, kebijakan keadilan restoratif telah diakomodasi dalam sistem peradilan pidana melalui berbagai regulasi, seperti KUHAP, UU Kejaksaan, serta beberapa Peraturan Mahkamah Agung (Perma). Beberapa aturan yang mendukung keadilan restoratif antara lain:
- Perma No. 2 Tahun 2012 tentang penyesuaian batasan tindak pidana ringan.
- Perma No. 4 Tahun 2014 tentang pedoman pelaksanaan diversi dalam sistem peradilan pidana anak.
- Perma No. 1 Tahun 2020 tentang pedoman pemidanaan kasus korupsi.
- Perma No. 1 Tahun 2024 tentang pedoman mengadili perkara pidana berdasarkan keadilan restoratif.
Kejaksaan dan Kepolisian juga telah mengeluarkan regulasi khusus, seperti Peraturan Kejaksaan No. 15 Tahun 2020 yang mengatur penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2021 tentang penanganan tindak pidana berbasis keadilan restoratif.
Dalam forum ini, akademisi dari berbagai universitas, hakim, jaksa, advokat, serta mahasiswa hukum turut memberikan masukan. Kesimpulan yang mengemuka adalah perlunya revisi regulasi agar keadilan restoratif dapat diterapkan secara konsisten dan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak.
P3KHAM UNS berharap rekomendasi ini dapat menjadi pertimbangan dalam reformasi kebijakan hukum di Indonesia, sehingga sistem peradilan pidana tidak hanya berorientasi pada hukuman, tetapi juga pemulihan bagi korban dan pelaku. (@2025)
Tags: