Serang (KARONESIA.COM) – Pj. Gubernur Banten, Al Muktabar, mengumumkan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) untuk tahun 2025. Namun, keputusan ini menuai kritik dari berbagai pihak, terutama dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Provinsi Banten, yang mempertanyakan legalitas dan keadilan dari penetapan tersebut.
Yakub F. Ismail, Ketua DPP APINDO Banten, menyatakan bahwa penetapan UMP dan UMSP dilakukan tanpa adanya Surat Keputusan (SK) Dewan Pengupahan dengan komposisi yang seimbang antara unsur pekerja dan pengusaha. Menurut Yakub, hal ini bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 13 Tahun 2021 tentang pembentukan Dewan Pengupahan.
“Hal ini menjadi tanda tanya, apakah keputusan Pj. Gubernur sah,” ungkap Yakub, Rabu (11/12/2024). Ia juga mengungkapkan bahwa permohonan penambahan anggota Dewan Pengupahan telah diajukan sejak 11 September 2024, namun tidak mendapat respon yang memadai sebelum SK UMP dan UMSP diterbitkan.
Yakub menambahkan bahwa pihaknya telah bertemu dengan Kepala Dinas Tenaga Kerja (Kadisnaker) untuk membahas hal ini, dan menyerahkan nota dinas kepada Pj. Gubernur terkait penambahan anggota Dewan Pengupahan. Namun, kenyataannya, SK Dewan Pengupahan dengan komposisi yang seimbang belum diterbitkan, sementara SK UMP dan UMSP sudah lebih dulu ditetapkan.
“Pj. Gubernur menerbitkan SK UMP dan UMSP sebelum SK Dewan Pengupahan yang seharusnya memiliki komposisi yang sesuai dengan regulasi,” terang Yakub.
Selain masalah administratif, keputusan Pj. Gubernur untuk menaikkan UMP sebesar 6,5% pada tahun 2025 juga menuai kritik. Yakub menilai angka kenaikan tersebut tidak berpihak pada dunia usaha di Banten. Ia berpendapat bahwa kenaikan tersebut jauh dari angka yang diusulkan oleh unsur pengusaha, yang hanya mencatatkan kenaikan sekitar 2,51%.
“Kenaikan yang diputuskan tidak relevan dengan kondisi ekonomi saat ini. Formula yang digunakan pengusaha lebih berbasis pada angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang dapat dipertanggungjawabkan,” ujar Yakub.
Menurutnya, kenaikan yang mencapai tiga kali lipat dari angka yang diusulkan dunia usaha akan membebani sektor padat karya, yang berpotensi memperburuk tingkat pengangguran di Banten.
Yakub menegaskan bahwa kenaikan UMP yang terlalu tinggi dapat menjadi bumerang bagi dunia usaha, khususnya di sektor yang bergantung pada tenaga kerja besar. Jika dunia usaha tidak mampu menyesuaikan dengan kenaikan tersebut, dikhawatirkan akan terjadi penurunan daya saing dan peningkatan pengangguran di Banten.
“Dengan formula yang lebih realistis dan berbasis pada kondisi riil, kenaikan upah bisa lebih adil dan tidak merugikan pihak manapun,” tutup Yakub.(@2024)