Iklan Karonesia
Home » Berita » Konflik Monyet di Tangsel, Cermin Gagalnya Tata Ruang Perkotaan

Konflik Monyet di Tangsel, Cermin Gagalnya Tata Ruang Perkotaan

Tangerang Selatan, KARONESIA.COM — Fenomena kemunculan kelompok monyet ekor panjang di kawasan Rawa Buntu, Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), mengungkap sisi lain dari krisis tata ruang perkotaan. Alih-alih disebabkan deforestasi besar-besaran, konflik antara satwa liar dan manusia di wilayah ini mencerminkan kegagalan kota menyediakan ruang koeksistensi di tengah derasnya pembangunan.

Wilayah Tangsel sudah lama kehilangan kawasan hutan primer. Yang tersisa hanyalah kantong-kantong kecil vegetasi seperti semak belukar, jalur sempadan sungai, dan ruang terbuka hijau (RTH) yang kini terfragmentasi oleh jalan tol, kompleks perumahan, dan pusat perbelanjaan. Monyet yang kini muncul di permukiman bukanlah pendatang dari hutan jauh, melainkan penghuni lama yang terusir akibat menyempitnya habitat.

Tekanan utama justru datang dari pembangunan skala besar yang mengabaikan aspek ekologis. Saat pengembang membersihkan lahan yang selama ini menjadi kantong pakan satwa, mereka tanpa sadar memutus jalur alami pergerakan monyet. Kondisi itu memaksa satwa beradaptasi di ruang manusia—mencari makanan di tumpukan sampah, warung, hingga rumah warga.

Ancaman baru pun muncul: terbentuknya populasi monyet terhabituasi atau terbiasa dengan lingkungan manusia. Kelompok ini berpotensi menjadi agresif karena kehilangan rasa takut terhadap manusia. Jika tidak dikelola, situasi tersebut dapat berkembang menjadi masalah keamanan publik.

Untuk itu, sejumlah solusi teknis dan regulatif diusulkan bagi Pemerintah Kota Tangsel. Pertama, audit ekologis wajib diberlakukan sebelum izin pembangunan baru dikeluarkan, terutama di sekitar bantaran sungai dan situ (danau). Audit ini berfungsi mengidentifikasi jalur pergerakan dan kantong habitat satwa liar.

Kedua, setiap pengembang yang berbatasan dengan area hijau perlu diwajibkan menyediakan zona penyangga vegetatif minimal 50 meter dengan tanaman pakan alami. Langkah ini dapat menahan monyet agar tidak masuk ke area permukiman.

Selain itu, penyediaan tempat sampah “monkey-proof” menjadi keharusan. Pemerintah daerah disarankan membuat peraturan daerah (Perda) yang mewajibkan pengelola properti menggunakan wadah tertutup dan tahan gangguan satwa.

Dalam jangka panjang, langkah pengendalian populasi monyet melalui sterilisasi jantan agresif dinilai sebagai solusi etis dan ilmiah. Pemkot Tangsel juga didorong membentuk Tim Tanggap Satwa Perkotaan yang bertugas mengevakuasi monyet secara cepat tanpa melukai.

Konflik monyet di Tangsel bukan sekadar masalah satwa liar, melainkan cermin dari tata ruang yang mengesampingkan ekologi. Jika pemerintah gagal meregulasi sumber pangan dan mengelola sisa habitat, konflik ini akan menjadi masalah endemik di tengah kota yang terus tumbuh tanpa arah ekologis. (*)

Bagikan artikel ini untuk menyebarkan informasi terpercaya dari karonesia.com.

Foto Editor

Editor: Redaksi
© KARONESIA 2025

Artikel ini telah tayang di Karonesia.com dengan judul "Konflik Monyet di Tangsel, Cermin Gagalnya Tata Ruang Perkotaan"
Link: https://karonesia.com/ragam/konflik-monyet-di-tangsel-cermin-gagalnya-tata-ruang-perkotaan/

Iklan ×