Penulis: Subari Martadinata, Ketua Solidaritas Empati Pemakaman Indonesia
Tangerang Selatan,KARONESIA | Ketua Solidaritas Empati Pemakaman Indonesia, Subari Martadinata, menyoroti krisis nyata terkait lahan TPU di Kota Tangerang selatan ke depan meskipun pemerintah memiliki aturan yang mumpuni, seperti Perda Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pemakaman dan Pengabuan Jenazah serta Perda Nomor 10 Tahun 2023 terkait penghapusan retribusi, tetapi sosialisasinya minim. Banyak warga tidak mengetahui prosedur, lokasi TPU, maupun hak mereka atas layanan pemakaman.
“Setiap tahun jumlah penduduk bertambah, sementara lahan TPU semakin sempit. Tanpa perencanaan matang, dalam 20 tahun mendatang, warga akan menghadapi kesulitan luar biasa, bahkan pejabat sendiri pun akan merasakan dampaknya,” kata Subari, Jumat (12/9/2025).
Ia menekankan bahwa persoalan ini bukan hanya soal fisik, tetapi hak dasar warga atas pemakaman yang layak dan terjangkau.
Subari menyoroti minimnya sosialisasi TPU, baik milik pemerintah, lahan wakaf, maupun TPBU (Taman Pemakaman Bukan Umum). Banyak warga, termasuk pendatang lama, tidak tahu lokasi TPU atau prosedur pemakaman gratis. Informasi yang berbeda-beda dari RT, RW, hingga kelurahan justru menimbulkan kebingungan, stres, dan potensi konflik sosial.
Lebih jauh, Subari menekankan pertumbuhan penduduk yang tidak sebanding dengan luas lahan pemakaman. Dari tujuh TPU yang ada, sebagian besar sudah penuh, sementara ruang terbuka hijau hanya 4,18 persen. Ia memperingatkan, tanpa langkah strategis, dalam 20 tahun ke depan warga akan menghadapi kesulitan besar.
Sebagai solusi, Subari mengusulkan kemitraan strategis antara pemerintah, organisasi masyarakat, pengelola TPU, dan pihak swasta. Dengan kemitraan ini, sosialisasi Perda dan aturan bisa dilakukan lebih efektif. Strategi yang diajukan meliputi:
Sosialisasi terpadu Perda dan tata kelola TPU
Mengikutsertakan RT, RW, lurah, media lokal, dan organisasi masyarakat untuk menyampaikan informasi secara konsisten dan mudah diakses warga.
Transparansi dan pengawasan pengelolaan
Setiap TPU, baik milik pemerintah, wakaf, maupun TPBU, harus terdaftar, diaudit, dan dilaporkan secara berkala untuk mencegah penyalahgunaan dan konflik sosial.
Optimalisasi lahan dan pengelolaan berkelanjutan
Memanfaatkan TPU yang ada secara efisien, termasuk pengaturan petak makam berkelanjutan, integrasi lahan wakaf, dan perpanjangan masa pakai makam jika diperlukan.
Kolaborasi edukasi publik
Memberikan panduan jelas tentang hak warga, mekanisme izin penggunaan petak makam, proses retribusi, serta pemanfaatan TPBU melalui sosialisasi aktif dan edukasi berkelanjutan.
Subari menegaskan, organisasinya siap mengelola pemakaman profesional, termasuk TPU milik pemerintah, lahan wakaf, maupun TPBU, dengan standar transparansi dan layanan yang adil. “Bukan hanya membangun TPU seperti Sari Mulya atau Keranggan, tapi memastikan warga tahu bagaimana mengaksesnya. Tanpa kemitraan dan informasi yang jelas, pembangunan fisik tetap akan sia-sia,” ujarnya.
Opini ini menekankan bahwa krisis TPU di Tangsel bukan sekadar persoalan lahan, melainkan masalah integritas, komunikasi, dan perencanaan strategis. Dengan melibatkan berbagai pihak dalam kemitraan dan memastikan sosialisasi Perda menyeluruh, pemerintah Tangsel bisa menjamin layanan pemakaman yang adil, layak, dan berkelanjutan bagi seluruh warganya.
Kesimpulannya: Solusi terbaik bukan hanya pembangunan TPU baru, tetapi sistem pengelolaan terpadu, sosialisasi menyeluruh, transparansi, dan kolaborasi strategis dengan organisasi yang kompeten untuk mengantisipasi krisis jangka panjang.

Editor: Lingga
© KARONESIA 2025
Link: https://karonesia.com/ragam/tpu-tangsel-hampir-penuh-subari-martadinata-desak-solusi-strategis/