KAROnesia.com, Jakarta – Dalam sebuah langkah progresif, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, Selasa (22/10/2024) memimpin ekspose virtual yang menyetujui sepuluh pengajuan penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif. Salah satu kasus yang mencolok adalah pencurian yang dilakukan oleh Zaenal Arifin bin Mukhlis di Kabupaten Pekalongan.
Kasus ini berawal ketika Zaenal, dalam kondisi terdesak untuk memenuhi kebutuhan sekolah anaknya, mencuri sepeda motor yang terparkir di kompleks Pasar Kedungwuni. Tindakan ini diakhiri dengan pengejaran korban dan warga sekitar, yang berhasil menangkap Zaenal setelah dia meninggalkan sepeda motor.
Kepala Kejaksaan Negeri Pekalongan, Feni Nilasari, beserta timnya, menginisiasi penyelesaian kasus ini melalui keadilan restoratif. Dalam proses mediasi, Zaenal mengakui kesalahannya, meminta maaf, dan korban pun menyetujui untuk menghentikan proses hukum.
Pilihan untuk menggunakan mekanisme ini didasarkan pada fakta bahwa Zaenal adalah pelanggar pertama kali dan belum pernah dihukum sebelumnya. Keadilan restoratif dinilai tepat untuk kasus di mana pelanggar menunjukkan penyesalan dan ada kesepakatan damai dengan korban.
Proses penyelesaian kasus ini berlangsung pada 22 Oktober 2024 dalam forum virtual yang dipimpin oleh JAM-Pidum, yang mencerminkan langkah modern dalam penegakan hukum di Indonesia.
Setelah kesepakatan tercapai, Kepala Kejaksaan Negeri Pekalongan mengajukan permohonan penghentian penuntutan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, yang kemudian disetujui. Hal ini menunjukkan komitmen institusi hukum untuk menerapkan prinsip-prinsip keadilan yang lebih humanis.
Langkah ini tidak hanya menyelesaikan kasus Zaenal, tetapi juga menciptakan harapan baru dalam sistem peradilan Indonesia. Selain kasus pencurian, sembilan perkara lain juga disetujui dalam ekspose yang sama, menunjukkan tekad Kejaksaan Agung untuk membangun sistem hukum yang lebih adil dan rehabilitatif.
Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 9 perkara lain, diantaranya,
1.Tersangka Moh. Farid alias Farid dari Cabang Kejaksaan Negeri Parigi Moutong di Moutong, tentang Penadahan;
2.Tersangka Uce alias Acang dari Kejaksaan Negeri Donggala, tentang Penganiayaan;
3.Tersangka Ahmad Khanapi bin Waud dari Kejaksaan Negeri Brebes, tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
4.Tersangka Bungarantamba Panungkunan Hutasohit dari Kejaksaan Negeri Rokan Hulu, tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga;
5.Tersangka Dian Pradita alias Dian bin Suryadi dari Kejaksaan Negeri Dumai, tentang Penadahan;
6.Tersangka Permata Sari alias Sari binti Muhammad Toto dari Kejaksaan Negeri Dumai, tentang Penganiayaan;
7.Tersangka Tamara Adelia alias Tamara binti (Alm) Muchklis dari Kejaksaan Negeri Dumai, tentang Penganiayaan;
8.Tersangka Manto dari Kejaksaan Negeri Dompu, tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga; dan
9.Tersangka Siti Masitoh binti Safei dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, tentang Perlindungan Anak.
JAM-Pidum berharap, dengan penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2), semua pihak dapat merasakan manfaat dari pendekatan keadilan restoratif ini sebagai langkah nyata dalam mewujudkan kepastian hukum. (@lingga_2024)