Jakarta, (KARONESIA.COM) – Sejak abad ke-9, nama Lamuri atau Lambri telah dikenal oleh para pelaut dan saudagar asing sebagai salah satu wilayah penting di Sumatra. Namun, pertanyaan yang menarik adalah, siapa yang pertama kali menghuni daerah ini sebelum dikenal luas oleh dunia luar? Berdasarkan berbagai sumber, kuat dugaan bahwa penduduk awal wilayah ini adalah keturunan Batak Gayo, khususnya dari marga Lingga.
Menurut M. Junus Djamil dalam bukunya Gajah Putih (1959), Kerajaan Lingga di Tanah Gayo diperkirakan mulai berdiri sekitar abad ke-11, meskipun Lamuri sendiri telah eksis jauh sebelumnya, kemungkinan besar antara abad ke-2 hingga ke-9 M. Kerajaan ini didirikan oleh orang-orang Batak Gayo pada masa pemerintahan Sultan Machudum Johan Berdaulat Mahmud Syah dari Kerajaan Perlak.
Informasi ini didasarkan pada keterangan dari Raja Uyem dan anaknya Raja Ranta, serta dari Zainuddin, yang mengisahkan keberadaan raja-raja Kejurun Bukit di era kolonial Belanda.
Peran Raja Lingga dalam Sejarah
Raja Lingga I, yang diduga sebagai keturunan langsung Batak, dikenal memiliki beberapa anak yang memainkan peran penting dalam sejarah kerajaan di Sumatra. Anak tertua adalah seorang wanita bernama ¹Empu Beru atau Datu Beru. Selain itu, anak-anak lainnya adalah, ²Sebayak Lingga, ³Meurah Johan, ⁴Meurah Lingga, ⁵Meurah Silu, dan ⁶Meurah Mege.
Setiap anak Raja Lingga I memiliki perjalanan yang unik. Sebayak Lingga, misalnya, merantau ke Tanah Karo dan dikenal sebagai Raja Lingga Sibayak, mendirikan pemerintahan sendiri di sana. Sementara itu, Meurah Johan mengembara ke wilayah Aceh Besar dan mendirikan Kesultanan Lamuri, yang dikenal pula dengan nama Lamkrak atau Lam Oeii. Meurah Silu, di sisi lain, melanjutkan perjalanan ke Pasai dan berperan penting dalam Kesultanan Samudera Pasai.
Meurah Mege, yang menjadi anak bungsu Raja Lingga, tetap tinggal di wilayah Linge, Gayo, dan makamnya hingga kini masih terawat di Wihni Rayang, di lereng Keramil Paluh, daerah Linge. Keberadaan makam ini menjadi salah satu bukti sejarah penting yang dihormati oleh penduduk setempat.
Migrasi dan Penyebaran Dinasti Lingga
Alasan migrasi keturunan Raja Lingga belum dapat dipastikan secara pasti. Namun, legenda setempat mengisahkan bahwa Raja Lingga lebih menyayangi Meurah Mege, anak bungsunya, yang menyebabkan saudara-saudaranya memilih untuk merantau dan mencari penghidupan baru.
Pada masa-masa berikutnya, dinasti Lingga terus menyebar dan meninggalkan jejak penting dalam sejarah Nusantara. Salah satunya adalah Raja Lingga XIII, yang pada tahun 1533 diangkat menjadi Amir al-Harb Kesultanan Aceh.
Selain itu, keturunannya juga mendirikan Kesultanan Lingga di Kepulauan Riau, yang wilayah kekuasaannya meliputi Riau, Singapura, dan sebagian wilayah Malaysia.(@2025)
Referensi
Djamil, M. J. (1959). Gajah Putih. Kutaraja: Lembaga Kebudayaan Atjeh.
Zainuddin, A. (2000). “Peran Raja-raja Aceh dalam Politik Perdagangan Laut.” Jurnal Sejarah Nusantara, 12(3), 45-56.